Oktober 31, 2011

WARNA TANAH


WARNA TANAH
Kisah Kehidupan di Padang-Padang Keemasan

Penulis: Kim Dong Hwa
Penerjemah: Rosi L. Simamora 
Editor : Tanti Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 320 halaman
Cetakan: I, Juni 2010
ISBN: 978-979-22-5927-8
Harga: Rp 50.000,00

Warna Tanah adalah puisi puitis yang sarat hujan dan bunga-bunga, manhwa yang sangat indah. Keberadaannya yang memukau dan keindahannya yang memesona mengajak kita meluangkan banyak waktu untuk sungguh-sungguh menikmatinya.

Novel grafis yang mengambil setting di kota Namwon Korea ini mengisahkan dua sosok perempuan, seorang ibu dan anak perempuannya. Ibu yang berperan sebagai single parent, yang harus membesarkan putri semata wayangnya seorang diri. Ia harus siap menghadapi manis pahitnya hidup dengan berbagai persoalan yang mengelilinginya, baik persoalan yang datangnya dari luar rumah, yaitu lingkungan tempat ia tinggal, atau persoalan yang datang dari anak perempuannya, Ehwa yang baru menginjak masa puber dan sedang merayap menjadi seorang wanita sejati.

Kim Dong Hwa, memaparkannya dengan begitu cantik dan indah. Banyak analogi yang digunakan dalam menuturkan cerita menakjubkan ini, misalnya bunga dan hujan. Bunga yang menjadi metafora seorang kekasih atau orang yang dikasihi. Hujan, elemen air yang melambangkan potensi kekuatan kehidupan.

Kamelia adalah satu-satunya bunga yang mekar di tengah salju. Kamelia benar-benar bunga yang tahan cuaca. Mereka nyaris terlihat seolah-olah begitu tak sabar menantikan seseorang. Namun mereka sangat lelah dengan penantian itu hingga berubah menjadi merah. Mungkin mereka menunggu kupu-kupu…
Tidakkah sekarang terlalu dingin untuk kupu-kupu?
Itu sebabnya Kamelia juga bunga yang konyol─Kamelia satu-satunya bunga yang cintanya bertepuk sebelah tangan”. (hal. 155)

Saya semakin merasa terhanyut ketika sampai pada bagian dialog antara Ibu Ehwa dan Ehwa, putrinya. Bagian yang sarat dengan pernyataan kasih sayang dan kerinduan yang akan terjadi. Bagaimana pandangan seorang ibu terhadap anak perempuannya. karena saya yakin, bahwa seorang anak perempuan akan selalu mempunyai tempat istimewa di hati sang Ibu.

“Setelah kau menikah dan meninggalkanku, akan kukumpulkan segenap kesedihanku sampai kau datang mengunjungiku. Pada saat itu akan kubagikan setiap kesedihanku denganmu sepanjang malam.
Kelak, waktu aku seumur Ibu, apakah aku punya banyak yang ingin kukatakan seperti Ibu?
Bukan usia yang membuat kita begitu, melainkan fakta bahwa kita perempuan. Itulah sebabnya mereka mengatakan ketika Nenek Samsil menciptakan putrinya, ia membuat mulut lebih dulu”. (hal. 229)

Dikisahkan pula tentang Chung-Myung, seorang biksu muda yang masih mencari jati diri. Ia terkejut saat menyadari ada noda di celananya pada suatu pagi, yang menandakan awal mula ia menjadi lelaki sejati. Ia pun tersesat dalam manisnya rasa yang ia persembahkan untuk Ehwa.

“Dan ketika kau memandangnya, pastikan kau memandangnya dengan seksama dengan kedua matamu. Kau selalu memandang segala sesuatu dengan mata setengah terpejam . Karena itulah setelah melihat sesuatu , kau terus mengingat-ingatnya. Taruh kekuatan di matamu dan lihat, maka kau akan melihat dunia sperti selayaknya.
Tapi, bahkan kalaupun kau memejamkan mata terhadap hasrat, hasrat takkan enyah, dan bahkan kalau kau memalingkan wajahmu sekalipun, hasrat takkan lenyap”. (hal. 297)

Kim Dong Hwa pun, tidak perlu menceritakan semuanya melalui rangkaian kata yang indah untuk mendapatkan apa yang ingin ia sampaikan pada pembacanya.
Beberapa adegan yang teramat menyentuh tidak membutuhkan kata-kata, seperti saat si biksu muda dengan berani meletakkan sepatunya di atas sepatu Ehwa atau saat Ibu Ehwa sang Janda Namwon meletakkan sepatu si pelukis dengan arah berlawanan dan senyum kecil Ehwa saat merasa malu sekaligus bangga karena telah menjadi wanita sejati.

Halaman demi halaman yang saya buka, begitu menghipnosis. Rangkaian kata-kata yang indah bak puisi disertai lanskap-lanskap yang sama indahnya menjadikan novel grafis ini sempurna. Keindahan yang berhak mendapat ganjaran lima bintang ^ _ ^.

Di buku selanjutnya, Warna Air dan Warna Langit, kita pun akan semakin dibuai oleh rangkaian-rangkaian kalimat-kalimat dan dialog yang indah. Kalimat romantis yang menyimpan sejuta makna mengalir deras di novel grafis buah pena Kim Dong Hwa ini.

September 14, 2011

THE CANDY MAKERS


Resensi oleh Noviane Asmara

THE CANDY MAKERS
Penulis : Wendy Mass
Penerjemah : Maria Lubis
Penyunting : Jia Effendie
Pewajah Isi: Husni Kamal
ISBN : 978-979-024-482-5
Tebal : 556 Halaman
Harga : Rp 70.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I : Juli 2011


Ketika Atria men-tag sinopsis dan kover The Candy Makers ini, saya langsung suka. Suka karena warna dasar kovernya yang unyu banget. Ungu―warna favorit saya setelah pink. Memang kover-kover Atria itu khas banget, selalu lucu dan menggairahkan, itulah salah satu kekuatan Atria menurut saya.
Nah, ditambah dengan judul dari buku yang bertuliskan The Candy Makers. Dalam bayangan saya, pastilah buku ini bercerita tentang bocah-bocah pembuat permen yang lucu-lucu, dengan cerita yang pasti super ringan, khasnya cerita anak. Eh, tapi nggak gitu juga lho. Karena ternyata, ceritanya lebih seru dari yang saya bayangkan. Ceritanya nggak seringan atau sedangkal seperti yang saya duga.

Saya pun kaget ketika pertama kali buku ini mendarat di pangkuan saya. Saya pikir buku ini bukan termasuk buku yang ‘seksi’. Tapi ternyata, buku ini tebal sekali untuk ukuran buku anak. Biasanya buku anak jarang lebih dari 300 halaman, atau malah bisa hanya 150 halaman saja. Tapi The Candy Makers, mencapai 556 halaman, sungguh sebuah buku anak yang ‘seksi’. Dan oleh karena itulah, saya menghabiskan seharian untuk menamatkannya.

Tapi anehnya, saya nggak ngerasa bosan atau capek, karena saya menyukai cara Wendy Mass bercerita. Saya selalu suka dengan buku yang gaya berceritanya membahas kesemua tokoh utama secara detail pada bagian terpisah. Jadi setiap tokoh yang ditampilkan, akan terlihat kekuatan karakternya dimana, latar mereka seperti apa dan apa yang mereka inginkan. The Candy Makers ini memuat bagian yang kesemua isinya bercerita tentang keempat tokoh ini secara gamblang―jati diri mereka, motif mereka mengikuti kompetisi, mengapa memilih Life is Sweet sebagai tempat berlatih membuat permen dan rahasia besar yang mereka bawa.

The Candy Makers ini, mengisahkan empat orang anak yang memiliki banyak kesamaan. Mereka sama-sama berusia 12 tahun, merupakan kontestan Kompetisi Membuat Permen Terbaik dari Region Tiga, terobsesi untuk menjadi juara, dan sama-sama mempunyai rahasia besar.

Logan, Philip, Daisy dan Miles. Mereka berempat belajar membuat permen di pabrik permen Life is Sweet, sebagai persiapan mengikuti Kompetisi Membuat Permen sedunia.
Mereka hanya mempunyai waktu dua hari saja untuk mendapatkan ide dan mewujudkannya menjadi sebuah produk permen yang unik, enak dan menarik. Karena hadiah yang ditawarkan sangat menggiurkan―uang tunai 1000 dolar. Bukan itu saja, yang lebih menggiurkan dan menjadi kebanggaan adalah, permen terbaik akan diproduksi secara masal oleh pabrik permen yang ditunjuk panitia penyelenggara kompetisi.

Nah, pada bagian penciptaan permen ini, semua sifat asli dari keempat anak ini terlihat. Logan yang baik hati dan sangat suka berlari, dengan tangan yang sering gemetar disertai bekas luka di wajah yang membuat orang iba. Daisy si cewek yang cantik tapi mempunyai kekuatan super untuk anak seusianya. Philip, sosok yang arogan, tertutup, sarkasme dan selalu berpenampilan rapi. Dan terakhir Miles yang mempunyai hobi berbicara terbalik, rapuh dan selalu menenteng ransel super besar kemana pun dia pergi.
Di balik penampilan yang mereka perlihatkan, ternyata mereka masing-masing mempunyai rahasia besar yang mereka bawa sejak hari pertama masuk ke pabrik permen Life is Sweet itu.
Rahasia-rahasia mereka itu ternyata saling berkait dan terdapat benang merah yang baru diketahui di akhir cerita.
Konflik yang terjadi begitu kompleks, sampai-sampai saya tidak percaya, dengan usia yang baru menginjak 12 tahun, anak-anak itu begitu pintar dalam mengatasi masalahnya. Hmm, mungkin karena ini hanya sebuah cerita yah.
Tapi obrolan-obrolan khas bocah 12 tahun pun, masih jelas dan kadang membuat saya tertawa. Seperti pertanyaan Philip pada Max, sang mentor, saat dia diminta berlari mengelilingi danau.
“Mengapa ada orang yang berlari meskipun mereka tidak dikejar?”

Ada satu pertanyaan Logan kepada Miles, yang membuat saya kepingin jitak kepala Logan, karena pertanyaan semacam itu juga sering diajukan kepada saya oleh teman-teman saya, yang merasa aneh dengan kegemaran saya ini. *glek*
“Mengapa kau sangat menyukai buku?”

Di tengah kesibukan mereka mempersiapkan diri untuk Kompetisi Membuat Permen Terbaik itu, terdapat upaya pencurian resep rahasia Life is Sweet oleh orang yang diyakini sebagai pesaing bisnis dan menginginkan pabrik permen Life is Sweet tutup.
Dengan alasan itulah, keempat anak itu berusaha menggagalkan upaya pencurian resep rahasia, tentu dengan cara khas mereka sebagai anak-anak.

Dan dengan terungkapnya dalang di balik upaya pencurian resep rahasia ini, terungkap pula semua rahasia besar Logan, Philip, Daisy, dan Miles yang mereka bawa sejak menginjakkan kaki mereka di Life is Sweet.
Bagian terbaik menurut saya, ada pada bagian penutup cerita. Entahlah, saat saya membaca surat yang ditulis Logan untuk Philip, saya merasa terharu akan penulisan surat yang begitu jujur, ikhlas dan permintaan yang semuanya datang dari hati. Bagaimana kejujuran dan keterbukaan dapat menolong sebuah persahabatan yang nyaris retak.
Ternyata istilah white lie disini, tidak berlaku. Karena yang namanya kebohongan, tetap saja bohong dan akan berujung dengan keburukan. Percaya?

Eh penasaran nggak dengan resep rahasia Life is Sweet sehingga rasa permennya menjadi enak, dan khas? Terus penasaran juga nggak terhadap rahasia-rahasia besar yang disembunyikan dengan rapi oleh keempat bocah itu?
Oh iya, kalau ditanya siapa tokoh anak favorit di buku itu, saya menjadi galau, hehehe.
Karena saya cinta dengan Miles yang sangat tergila-gila terhadap perputakaan dan buku, tapi hati saya juga mencintai Philip, karena Philip itu... ah, sudahlah baca saja sendiri.
Daripada jadi galau, ayo temukan dan tentukan sendiri tokoh candy makers favoritmu.

THE RETURN: NIGHTFALL


Resensi oleh Noviane Asmara 
 
The Vampire Diaries: The Return: Nightfall
Penulis : L. J. Smith
Penerjemah : Nengah Krisnarini
Penyunting : Moh. Sidik Nugraha
Pemeriksa Aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-358-3
Tebal : 695 Halaman
Harga : Rp 89.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I : Juli 2011


Buku The Vampire Diaries kali ini, tidak seperti empat buku sebelumnya. Kali ini, The Vampire Diaries hadir lebih ‘seksi’, sangat seksi malah. Seksi dari segi ketebalan bukunya yang mencapai enam ratus Sembilan puluh lima halaman, juga seksi dari segi kover. Lihat saja gambar yang tercetak di kovernya―seorang gadis cantik nan seksi dalam balutan gaun merah darah dengan sayap keemasan yang menyembul di balik punggungnya.

Ketika saya mengira kisah Elena, Stefan dan Damon telah berakhir di buku Dark Reunion, ternyata saya salah. Karena L.J. Smith tidak membiarkan itu terjadi. L. J. Smith masih ingin cerita ini berlanjut, dan terciptalah The Return: Nightfall, yang menjadi buku pertama.

Di buku ini dikisahkan tentang kebangkitan Elena. Elena telah kembali dari alam lain. Ia sudah melewati beberapa fase dan bermetamorfosis menjadi wujud yang berbeda dalam rentang waktu yang tidak begitu lama. Manusia, vampir, anak spiritual hingga kembali menjadi manusia.
Saat dalam fase anak spiritual, Elena kehilangan jati dirinya. Dia tidak tahu siapa dirinya, tidak mengenal siapa pun, tidak dapat bicara dan begitu rapuh. Yang dia kenal hanyalah Stefan―sosok terakhir yang dia cintai. Saat itu Elena bak seorang bayi mungil yang polos dan lugu. Dia tidak mengetahui apa yang harus dia perbuat dan sangat membutuhkan perlindungan.
Dan tentu saja Stefan―sang pujaan hati dengan tetap setia terus menjaganya, mengasuhnya, memeluknya dan juga mencintainya, hal itu membuat Elena merasa terlindungi dan bahagia.

Di sisi lain, hal aneh terjadi pada Damon. Damon yang di dalam Dark Reunion diceritakan bersatu dan akur dengan Stefan demi memberantas musuh mereka, kini Damon bersikap seperti sedia kala. Damon menjadi sosok seperti pertama dia datang ke Fell’s Church.
Damon kembali menjadi sosok kejam, misterius tetapi tetap memikat para perempuan. Dia memanfaatkan semua pesona dan kekuatannya untuk mengambil yang dia mau. Tapi kini, sifat kejam Damon, terasa berbeda. Ada satu kekuatan yang ‘menumpangi’ Damon dan menyetirnya hingga Damon sendiri tidak menyadarinya. Kekuatan yang sangat dahsyat. Kekuatan yang Damon sendiri pun tidak sanggup melawannya. Damon teperdaya dan menjadi budak atas kekuatan jahat itu. Tapi sekuat apa pun kekuatan itu, anehnya Damon tetap mencintai Elena.
Sebuah kekuatan yang dari dulu telah mengintai Fell’s Church. Kekuatan itu begitu jahat. Sampai-sampai Elena, Stefan dan sahabat-sahabat Elena harus menanggung risikonya.
Mereka tidak pernah mengira akan datang kekuatan sejahat dan sedahsyat itu, bahkan bukan hanya mereka yang terancam, tapi Damon pun turut terancam.

Kisah di The Return: Nightfall ini sebenarnya tidak terlalu istimewa. Tetapi ide L. J. Smith untuk terus mengembangkan cinta segitiga antara Elena dan Salvatore bersaudara ini memang patut diacungi jempol. Di saat saya mengira kisah ini telah berakhir dan akhir semuanya bahagia, ternyata Smith mematahkannya dengan menyuguhkan kisah yang baru, konflik yang baru dan tokoh antagonis yang baru.
Dan buku kedua The Return pun yang berjudul Shadows Souls, akan menjawab rasa penasaran yang dibiarkan menggantung dalam Nightfall.

Tapi sepertinya, tokoh idola saya tetaplah Damon. Walau Damon selalu jahat, selalu memanipulasi orang dan juga senang mengganggu orang, tapi saya berkeyakinan, sebenarnya hati Damon tidak sejahat yang dia perlihatkan. Buktinya dia tetap mencintai Elena. Dia tipe laki-laki sejati yang hanya jatuh cinta pada satu perempuan.
Ups, tapi di Nightfall ini, ternyata hati Damon sedikit terbelokkan oleh sosok perempuan yang lumayan cantik, dan hal ini mengganggu pikirannya.
Hmm, siapa coba perempuan yang beruntung itu. Yang jelas pasti bukan saya :p

Agustus 22, 2011

PERPUSTAKAAN AJAIB BIBBI BOKKEN


Detail Buku:
Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken 
Penulis : Jostein Gaarder & Klaus Hagerup
Penerjemah: Ridwana Saleh
Penyunting: Andityas Prabantoro
Proofreader : Emi Kusmiati
ISBN : 978-979-433-595-6
Tebal : 284 Halaman
Harga : Rp 39,000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Mizan
Cetakan: I, Maret 2011



Buku ini sebenarnya simple karena memang hanya terdiri atas dua bab saja. Bab pertama tentang Buku-Surat, yang lebih kepada kegiatan korespondensi―komunikasi dua arah antara Nils Bøyum Torgersen dan Berit Bøyum, dua orang sepupu yang sama-sama menginjak masa remaja. Laiknya kegiatan surat-menyurat biasa, buku-surat ini pun dikirim dengan cara bolak-balik melalui pos. Patut diacungi jempol atas kreativitas kedua remaja itu terhadap metode korespondensi yang mereka terapkan, karena sangat langka dilakukan oleh kebanyakan orang. Sedangkan Bab kedua tentang Perpustakaan, di bab ini bentuk sebuah novel yang sesungguhnya terlihat―memuat cerita lengkap dengan aksi, intrik, peristiwa, catatan sejarah dan ketegangan-ketegangan yang saling merangkai, membelit dan membentuk sebuah cerita yang memukau

Semuanya berawal dari keisengan Nils dan Berit yang memutuskan untuk berkorespondensi menggunakan buku-surat. Jarak Oslo dan Fjǽland yang jauh, tempat di mana kedua sepupu itu masing-masing tinggal, terhubung secara intens oleh sebuah buku-surat―buku yang berisikan surat-surat yang ditulis secara bergantian oleh kedua saudara sepupu itu. Alhasil, seluruh file surat mereka tetap tersimpat rapi dan runut.
Celakanya, sejak awal lahirnya buku ini, seorang wanita misterius telah mengincarnya. Semua bukanlah sebuah kebetulan. Wanita misterius ini jugalah yang sebenarnya ikut andil membelikan buku-surat ini ketika Nils memutuskannya untuk membeli di suatu hari saat sedang berada di toko buku.
Mengikuti isi surat-surat mereka, kita akan mendapatkan fantasi tentang dan dugaan teori yang mereka miliki atas misteri yang menyelubungi mereka bersama sosok Bibbi Bokken.

Jika fantasi sama dengan kebohongan, para penulis merupakan pembohong yang paling antusias. Beberapa orang senang berbohong, sedangkan yang lain senang dibohongi. Dalam setiap masyarakat, dibangun gedung-gedung besar yang di dalamnya kebohongan terkumpul berbaris, dan kita menyebutnya sebagai perpustakaan. Kita pun dapat menjulukinya “laboratorium kebohongan”. Mungkin, paling baik kita menamai perpustakaan dengan “tempat penyimpanan lelucon dan fakta”. Karena tak semua yang tertuang dalam buku adalah kebohongan. Bahkan, dalam satu buku, kebenaran dan fantasi boleh jadi malah berdampingan. [hal.36]

Isi surat pun dihiasi dengan cerita-cerita yang berpangkal dari dua sumber. Awalnya mereka saling bercerita tentang kegiatan mereka, tentang sekolah dan tentang apa yang sedang mereka lakukan. Hingga akhirnya surat-surat mereka membahas pada seorang wanita yang diduga bernama Bibbi Bokken.
Selama menjalani kegiatan korespondensi melalui buku-surat ini pun, mosi tidak percaya dan prasangka buruk, sempat menghinggapi perasaan kedua anak manusia ini, karena itulah mereka sepakat untuk membuat kesepakatan dalam berkirim buku-surat ini:
Peraturan 1: Dilarang berbohong dalam buku-surat.
Peraturan 2: Dilarang berprasangka bahwa pihak lain berbohong.


Buku-surat mereka menjadi lebih seru isinya tatkala Berit menemukan fakta, bahwa seorang wanita yang dia buntuti, berhenti di sebuah rumah bercat kuning, tanpa sengaja menjatuhkan sebuah surat di depan pintunya. Sejak saat itulah petualangan korespondesni mereka berdua semakin seru dan berbahaya, penuh dengan intrik dan penyelidikan laiknya detektif.
Seiring dengan semakin instennya kiriman buku-surat, Nils dan Berit pun semakin banyak menemukan fakta misterius seputar Bibbi Bokken. Dia seorang bibliografer. Tapi Nils dan Berit setuju bahwa dia lebih cocok sebagai seorang bibliophile.
Selain itu, penyelidikan mereka sampai kepada suatu buku yang memberikan banyak kemudahan dan menjadi acuan dalam penataan bidang-bidang keilmuan di perpustakaan. Buku bertema tertentu diberi angka tertentu antara 0 sampai 999. Buku yang berjudul: Klasifikasi Desimal Dewey.

Petualangan akhir mereka membawa kepada sebuah perpustakaan yang memiliki rak buku raksasa (ilustrasinya bisa dilihat di kover buku ini). Ajaibnya, buku-buku yang tersusun  di rak bertingkat itu pun merupakan buku yang akan ditulis dan diterbitkan tahun depan, di sinilah misteri sesungguhnya tertanam. Dan masih banyak misteri dan kejutan-kejutan lainnya yang akan membuat mata kita terbelakak tak percaya di akhir kisah ini. Kemunculan beberapa tokoh yang tidak diduga pun, semakin menambah serunya petualangan Nils dan Berit ini. Dan lokasi tempat di mana perpustakaan ajaib ini berada, sungguh sangat menggoncang jiwa kita. Penasaran?
Temukan sendiri keajaiban perpustakaan tersebut dengan membacanya langsung.

Seperti halnya buku Gaarder yang sudah saya baca sebelumnya, Dunia Sophie, di buku Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken pun sesaat kita akan merasa tersesat, bingung, terjebak dalam pusaran imaji dan pendeskripsian yang tentu berbau filfasat khas Gaarder tanpa lupa meninggalkan polesan-polesan petualangan yang seru.
Bagi saya, membaca karya Gaarder ini membutuhkan kesabaran, karena saya sangat awam terhadap bacaan berbau filsafat seperti ini. Beruntung saya bisa menyelesaikannya hingga akhir, tidak seperti Dunia Sophie yang membuat saya tersaruk-saruk saat membacanya sebelum mencapai garis finish. Bahkan Gadis Jeruk membuat saya bertekuk lutut menyerah sebelum mencapai pertengahan buku.
Tetapi saya menemukan keasyikan dan kepuasaan tersendiri saat tema yang diusung oleh Gaarder kali ini adalah buku dan perpustakaan.
Keasyikan mengikuti kegiatan surat-menyurat Nils dan Berit pun tidak terlepas karena rasa nyaman akan terjemahan buku ini yang tergolong mudah dicerna, walau beberapa typo masih ditemukan. Seperti kata hipnotis yang seharusnya hipnosis.

Saya selalu menyukai novel yang mengangkat tema tentang buku atau perpustakaan, karena saya selalu bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Sebut saja bagaimana saya larut dalam aroma buku di perpustakaan Libri di Luca, atau ikut terperangkap bersama The Man who Loved Books Too Much.
Jadi menurut saya, buku ini sangat saya rekomendasikan untuk para pecinta buku. Rasanya tidak syah mengaku sebagai pecinta buku bila belum menjamah, menelanjangi dan membongkar habis Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken ini.




Klaus Hagerup dilahirkan di Oslo, Norwegia pada 5 Maret 1946. Selain sebagai seorang penulis, dia juga seorang aktor dan sutradara. Dia memulai debut menulisnya lewat kumpulan puisi Slik tenker jeg pa dere (1969). Pada tahun 1988 dia menulis Biografi Inger Hagerup, sang bunda yang berprofesi sebagai penyair, dengan judul Alt er sa nǽr meg. Klaus Hagerup telah menerima penghargaan sastra atas beberapa bukunya. 
karya-karya beliau diantaranya:
  • Slik tenker jeg pa dere (1969) 
  • Alt er sa nǽr meg (1988)

Jostein Gaarder dilahirkan di Oslo, Norwegia pada 8 Agustus 1952. Dia seorang penulis novel, cerita pendek dan buku anak-anak dari Norwegia.
Dia mempelajari bahasa-bahasa Skandinavia dan Teologi di University of Oslo. Sebelum memulai karier menulisnya, dia mengajar filsafat.
Karyanya yang paling terkenal adalah Dunia Sophie, dengan subtitle Sebuah Novel Tentang Sejarah Filsafat. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam 53 bahasa; 26 juta eksemplar tercetak, dengan tiga juta eksemplar terjual di Jerman saja.

Pada tahun 1997, dia mendirikan Sophie Prize bersama istrinya, Siri Dannvviq. Penghargaan internasional ini diberikan kepada perjuangan untuk pembangunan masyarakat dan pelestarian lingkungan, sebesar US$ 100.000, yang diberikan setiap tahun. Penghargaan ini dinamai sesuai dengan novelnya Dunia Sophie.

Karya-karya Gaarder yang telah ditulis sepanjang hidupnya adalah:
·         Diagnosen Andre Noveller (1986)
·         Froskeslottet (1998)
·         Kabalmysteriet (Misteri Soliter) (1990)
·         Sofies Verden (Dunia Sophie) (1991)
·         Julemysteriet (1992)
·         Bibbi Bokkens Magiske Bibliotek (Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken) (1993)
·         I et speil, i en gate (1993)
·         Hallo? Er det noen her? (1996)
·         Vita Brevis (Brief Life) (Vita Brevis) (1996)
·         Maya (1999)
·         Sirkusdirektørens Datter (Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Mimpi) (2001)
·         Applesinpiken (Gadis Jeruk) (2004)


      Iseng foto-foto dengan buku Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken sembari menunggu waktu berbuka puasa tiba.

I

Agustus 18, 2011

UNTUNG SURAPATI


Resensi oleh Noviane Asmara

UNTUNG SURAPATI
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penyunting: Sukini
ISBN : 978-602-98549-1-6
Tebal : 660 Halaman
Harga : Rp 81.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Metamind
Cetakan: I, 2011

Untung Surapati merupakah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Tepat rasanya buku ini dibaca saat semarak HUT RI masih berdengung. Walau sebenarnya buku-buku bertema pahlawan atau kisah perjuangan tetap asyik juga dibaca dihari-hari biasa. Menjaga agar semangat nasionalisme dan rasa kagum kita pada para pahlawan yang telah rela berjuang mengorbankan nyawanya selalu senantiasa hadir setiap saat di hati kita.
Rasa kagum ini pun sudah selaiknya kita persembahkan juga pada para penulis buku-buku sejarah. Karena berkat kepiawaian tangan merekalah, kita akhirnya bisa menikmati sebuah karya kisah sejarah yang mungkin selama ini hanya kita dapat di sekolah dengan porsi yang begitu kecil dan pemaparan yang tidak terlalu detail.

Memang selalu menarik bila suatu sejarah diangkat menjadi sebuah novel. Tentunya harus dibarengi dengan riset yang mendetail oleh si penulis cerita. Dan ketika saya membaca bagian Prakata dari novel Untung Surapati ini, kekaguman saya terhadap seorang Yudhi Herwibowo kian bertambah. Proses kreatif yang dipaparkan oleh Yudhi Herwibowo menggambarkan betapa rumit dan njelimetnya proses kelahiran novel Untung Surapati ini.
Buku ini ditulis dalam rentang waktu hampir 13 bulan, termasuk proses revisi di dalamnya. Awalnya tebal naskah ini hanyalah berisar 285 halaman saja, tapi setelah diadakannya revisi dan penambahan di beberapa tempat, maka jadilah naskah ini membengkak menjadi 660 halaman.
Dan ternyata memang tidak mudah menulis novel sejarah, apalagi menyangkut seorang pahlawan di masa lalu yang hidup di akhir abad ke-17. Sang penulis pun bercerita bahwa dia sempat kecapekan akibat cross check yang dilakukan oleh editornya, demi menghasilkan data yang valid dan benar. Seru juga mendengarkan Mas Yudhi bercerita dari hal besar sampai hal yang remeh sekali pun yang menyangkut novel roman sejarah ini. Di tengah kecapekan dan hilangnya mood menulis Untung Surapati, si tukang cerita tidak serta merta menjadi mandul. Dia tetap menulis, dan ajaibnya dua buah buku lainnya selesai dia tulis di sela-sela rehat dari Untung Surapati. Keren yah...

Menurut Yudhi Herwibowo, Babab Tanah Jawa adalah buku yang paling berjasa dalam penyusunan novel ini. Sampai-sampai tiga buah buku Babad Tanah Jawa dari berbagai versi dan edisi dibelinya. Buku lainnya yang tidak kalah berperan penting membidani kelahiran Untung Surapati ini adalah Terbunuhnya Kapten Tack karya de Graaf. Lewat buku hasil tulisan de Graaf inilah informasi mengenai perang di Kartasura berhasil didapatkan.
Beberapa buku penunjang lainnya adalah Jan Kompeni yang merupakan buku lama, Batavia Awal Abad 20, Prajurit Perempuan Jawa, dan History of Java.

Ternyata memang menulis itu membutuhkan keuletan dan kesabaran tingkat tinggi untuk mengahasilkan karya yang maksimal. Pengorbanan pun tidak hanya terpaku pada seputar waktu dan dan materi saja. Bahkan kadang penulis harus rela menahan diri untuk berpuasa sejenak dari eksis di akun jejaring sosial; facebook dan twitter. Inilah yang dialami oleh Yudhi Herwibowo, berkat menahan diri untuk sementara waktu dengan tidak selalu update status di facebook yang memang membuat ketagihan, dia mempunyai waktu lebih efisien dan tidak terbuang percuma.
Kadang pula, pengorbanan ide perlu dilakukan untuk kebaikan bersama. Misalnya, adanya bebarapa adegan yang semula diimajinasikan untuk ditulis, terpaksa harus dihilangkan. Juga keharusan menganalisa ulang buku referensi. Di mana buku Babad Tanah Jawa harus dianalisa ulang karena ternyata buku ini banyak yang menentang.
Tapi semua jerih payah dan pengorbanan seorang penulis akan terbayar lunas, saat hasil tulisannya lahir menjadi sebuah buku yang indah, sarat dengan pengetahuan dan kaya kandungan gizi sejarahnya. Dan yang terpenting dari semua itu adalah saat hasil karya tersebut bisa dinikmati dan diapresiasi oleh para pembacanya sebagai penikmat buku. Ada pun bila timbul pro dan kontra nantinya, itu adalah hal yang lumrah terjadi. Mengingat sudut pandang setiap pembaca itu berbeda-beda.
Setidaknya bagi saya, sudah ada seoarang penulis yang peduli akan pahlawannya dan mengangkatnya ke dalam sebuah roman sejarah.

Saya jadi mendambakan bisa membaca semua tokoh sejarah dan pahlawan bangsa ini melalui sebuah novel yang dikemas apik dan tidak ngebosenin. Karena dengan begitu akan lebih mudah menyerap isi sebuah cerita ketimbang buku teks yang kaku seperti buku-buku paket sekolah.

Kisah Untung Surapati diawali dengan menghilangnya seorang anak raja di Bali. Anak tersebut kemudian dijual sebagai budak kepada seorang pemimpin Kompeni VOC di Batavia, Mijnheer Moor. Dialah yang kemudian memberikan nama ‘Untung’ kepada anak budak berbadan kurus yang semula hanya dipanggil sebagai ‘si Kurus’ tersebut. Di tempat Mijnheer Moor inilah Utung menghabiskan masa kecil hingga awal dewasanya, dan juga tempat dia menemukan cintanya, Suzzane Van Moor―anak dari Mijnheer Moor. Dari keadaan inilah konflik mulai bergulir. Mijnheer Moor tidak terima bahwa Untung yang notabene adalah mantan budaknya yang juga seorang pribumi dan sangat dia banggakan malah berani menikahi Suzzane. Pada saat itu, seorang pria Eropa memang dibolehkan menikahi wanita pribumi―yang kemudian muncul istilah ‘nyai’; namun, seorang wanita Eropa yang menikah dengan pria pribumi merupakan sebuah aib. Merujuk pada kejadian itulah kecintaan kemudian berubah menjadi kebencian. Untung dipenjara, disiksa dan dipukuli hingga akhirnya dia berhasil melarikan diri ke Tanah Mati, sebuah tempat persembunyian rahasia di tengah hutan―tempat di mana dia mulai menghimpun pasukan dan kekuatan untuk melawan kompeni.

Dengan bertindak sebagai gerombolan begal alias perampok, Untung dan kelompoknya terus melancarkan serangan ke pos-pos VOC, hingga namanya pun terkenal di seantero Jawa. Mulai dari Kasultanan Banten di ujung barat hingga ke Madura. Semua petinggi kerajaan-kerajaan itu mengenal sepak terjang Untung dan kelompoknya. Banyak yang mendukung tapi tidak sedikit pula yang membencinya karena adanya tekanan kuat dari VOC. Dari Banten pasukan Untung menuju Cirebon. Di Cirebon inilah Untung berhasil menggagalkan upaya adu domba dan pengkhianatan yang dilakukan oleh anak angkat Sultan Cirebon, Raden Surapati. Begitu kagumnya sang Sultan, hingga akhirnya beliau kemudian menganugerahkan gelar Surapati kepada Untung. Jadilah Untung sekarang bernama, Untung Surapati.

Panggung pertempuran lalu berpindah ke Jawa Tengah, tepatnya ke Kraton Kartasura yang merupakan cikal bakal dari Mataram Yogyakarta dan Mataram Surakarta. Di depan kraton inilah, Untung Surapati meraih pencapaian tertinggi yang kelak akan sangat dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa ini. Untung berhasil membunuh salah satu kapten yang sangat dibanggakan oleh VOC, yakni Kapitein Francois Tack. Peristiwa ini begitu membekas dan monumental sehingga ikut menentukan arah kebijakan VOC terhadap Untung Surapati dan pasukannya. Sebuah peristiwa kejayaan yang sekaligus menandai mulai lunturnya kekuatan dan bintang keberuntungan Untung Surapati bersama pasukannya. Dan, sejak saat inilah, VOC terus mendesak dan mengobarkan perlawanan kepada pasukan begal itu, hingga akhirnya mereka terdesak dan mencapai pertahanan terakhirnya di Benteng Bangil, Pasuruan. Di benteng ini, Untung Surapati mengakhiri perjuangan yang senantiasa meninggalkan kesan yang begitu dalam kepada bangsa ini. Dialah sang pahlawan.

Yudhi Herwibowo, lahir di Plaembang, tetapi terus pindah dari Tegal, Kupang, Purwekerto, dan Solo. Lulusan Arsitektur, Universitas Sebelas Maret Surakarta ini telah memenangi beberapa lomba kepenulisan, diantaranya: Cerpen Femina 2004, Novelet Femina 2005 dan Penulisan Novel Inspirasi Penerbit Andi di Yogyakarta serta diundang di Ubud Writers and Festival 2010.
Terdapat lebih dari 27 buku fiksi dan non fiksi yang telah ditulisnya. Beberapa bukunya malah sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan Inggris. Buku Pandaya Sriwijaya (Bentang) merupakan buku roman sejarah yang pertama kali dia tulis. Ada pun buku lainnya yang fenomenal adalah Mata Air, Air Mata Kumari (BukuKatta) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Saat ini dia memutuskan untuk total menulis. Selain sebagai penulis, dia juga aktif sebagai koordinator di buletin sastra pawon, Solo.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Yudhi Herwibowo dan karyarnya, bisa mengunjungi www.yudhiherwibowo.com atau di www.yudhiherwibowo.blogspot.com dan www.untungsurapati.blogspot.com

SUDDENLY SUPERNATURAL #2: Kat Si Medium Penakut

Resensi oleh Noviane Asmara

SUDDENLY SUPERNATURAL #2: Kat Si Medium Penakut
Penulis : Elizabeth Cody Kimmel
Penerjemah : Barokah Ruziati
Penyunting : Pujia Pernami
Pewajah Isi: Aniza
ISBN : 978-979-024-471-9
Tebal : 161 Halaman
Harga : Rp 30.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I : Juli 2011


Semuanya berawal dari keisengan Katslavina yang akrab dipanngil Kat, saat tengah memotret rumah yang berada di sebelah rumahnya sebagai objek untuk proyek Komunikasi Dasarnya dari kamarnya.
Saat melihat-lihat foto hasil jepretan isengnya di komputer, Kat menemukan hal-hal ganjil di dalam fotonya. Sebuah wajah pucat seorang anak lelaki, menatap lurus ke kameranya terekam di kamera digitalnya.

Seperti yang diceritakan di dalam buku Suddenly Supernatural #1 : Arwah Sekolah, di mana Kat mendapatkan Penglihatan di usianya yang kala itu tepat 13 tahun. Kat bisa melihat arwah-arwah orang yang sudah mati sekaligus berkomunikasi dengan mereka. Yah, Kat adalah seorang Medium Pemula. Bakat yang dia dapatkan sama dengan bakat yang dimiliki Ibunya yang adalah seorang Medium juga.
Kadang Kat menganggapnya itu sebagai anugerah, tapi kadang dia menggapnya itu sebuah musibah. Karena dengan keadaannya yang seperti ini, jelas Kat bukanlah gadis biasa.

Rasa penasaran Kat terhadap sosok wajah di fotonya, membuat dia untuk menyelidiki siapa sebenarnya sosok anak lelaki itu. Kat pun berinisiatif untuk berkunjung ke rumah sebelahnya, rumah yang sudah kosong lebih dari dua tahun. Ternyata, di rumah kosong itu bukan hanya satu arwah yang dia temui, tapi banyak sekali arwah yang dijumpai oleh Kat, termasuk arwah lelaki tua yang pemarah, yang sangat membuat Kat ketakutan.
Dan arwah anak lelaki itu pun ada di sana. Anehnya, Kat tidak dapat berkomunikasi dengan arwah anak lelaki itu, walau Kat sudah berusaha untuk memanggil dan meminta perhatian si Arwah. Sampai saat ketika Kat sudah tidak menghiraukannya, dia terpaku pada tulisan di jendela bersalut lapisan tipis debu, yang digoreskan dengan jari: TOLONG AKU.

Dari sini, ceritanya semakin seru dan kompleks. Kita tidak hanya diajak oleh Kat dan sahabatnya, Jac untuk ikut bertualang memecahkan misteri tentang penampakan anak lelaki yang diduga bernama Tank saja. Konflik-konflik lain selain tentang arwah anak lelaki pun menghiasi cerita ringan dan menghibur ini.
Sebut saja konflik yang terjadi antara Jac dan Ibunya. Bagaimana Jac yang selalu punya solusi untuk masalah orang lain, harus berjuang keras terhadap masalah yang menyangkut dirinya sendiri. Jac yang telah memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya―yang jelas mendapatkan murka dan pertentangan habis-habisan dari Ibunya.
Lalu Kat di usianya yang masih terbilang ABG labil, usia di mana anak-anak berada dalam posisi tidak nyaman―selalu ingin menentang dan memusuhi orangtuanya, walau mereka tahu tidak ada satu kesalahan pun yang diperbuat oleh orangtua mereka.
Kat yang tidak nyaman dengan hubungan dia dan Ibunya. Hubungan yang di mata Jac, sahabatnya merupakan hubungan yang harmonis yang selalu didambakan oleh Jac, tapi tidak untuk Kat.
Terlebih saat muncul seorang lelaki yang harus diakui Kat sebagai seorang yang tampan, menawan dan baik tetapi bisa menjauhkan dia dari kasih sayang Ibunya.
Ketakutan-ketakutan semacam itulah yang umumnya menyerang pada gadis seusia Kat dan Jac. Rasa ingin memberontak yang besar, mengubah pola pikir meraka. Mereka cenderung mengangap diri mereka benar, dan membenci orang-orang sekeliling mereka yang tidak pernah mendukungnya. Sebuah krisis pengenalan jati diri.

Kandungan misteri yang mengisi unsur cerita ini pun cukup mendebarkan jantung para pembaca. Bukan karena perasaan seram terhadap hantu atau arwah, tapi sensasi lega saat misteri tentang arwah anak lelaki yang sudah lama tersimpan, akhirnya bisa dikuak dengan cara yang sangat apik. Kejutan-kejutan yang keluar di setiap langkah penyelidikan yang dilakukan Kat dan Jac, sejenak membawa kita kepada cerita-cerita detektif dalam hal memecahkan kasus.

Mau tahu aksi seru Kat dan Jac di Suddenly Supernatural #2: Kat Si Medium Penakut secara gamblang? Baca saja buku ini, karena tidak memerlukan waktu lama buat kamu untuk menuntaskan buku yang hanya mempunyai 161 halaman saja. Eit, jangan salah, walau tergolong tipis, tapi keseruan yang didapat sangatlah tebal. Selain Kat dan Jac, kamu pun akan menjumpai si Shaggy tampan yang mengaku sebagai seorang Penyembuh. Coba, apalagi itu?


“Aku tidak perlu mendapatkan pujian. Aku tidak mengoleksi berkas perkara dengan akhir bahagia. Aku bukan penyembuh jika masih mementingkan ego. Tugasku adalah menyembuhkan. Inilah diriku. Aku tidak merasakan apa pun selain bahagia”.

Kata-kata di atas yang dilontarkan si penyembuh, lumayan menohok. Karena siapa pun kita apa pun yang kita lakukan, baik untuk kita sendiri atau pun untuk orang lain, seharusnya memang dilakukan tanpa mengharapkan pujian atau karena ego semata. Karena sesuatu yang kita lakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih dengan berakhir sebuah kebahagiaan untuk orang lain dan juga diri sendiri, adalah hal yang luar biasa indahnya.

Saya sendiri tidak sabar untuk membaca buku selanjutnya dari serial Suddenly Supernatural ini. Siapa tahu rasa penasaran saya terhadap arwah lelaki tua yang pemarah akan terjawab di buku berikutnya.


KUCING BERNAMA DISCKENS


Resensi oleh Noviane Asmara
KUCING BERNAMA DICKENS
Penyusun: Callie Smith Grant
Penerjemah : Istiani Prajoko
Penyunting : Adi Toha
Pemeriksa aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Eri Ambardi
ISBN : 978-979-024-361-3
Tebal : 236 Halaman
Harga : Rp 39.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Serambi
Cetakan I : Juli 2011

Lagi-lagi tentang Kucing.
Beberapa waktu lalu saya baru saja selesai membaca Serial Wariors #1: Into The Wild dari Penerbit Kantera di mana tokoh ceritanya adalah kucing. Dan beberapa bulan sebelumnya saya pun pernah membaca buku terbitan Serambi yang bercerita tentang kucing juga yang berjudul Dewey.
Ternyata kucing bisa dikemas dalam berbagai cerita, baik berupa fabel (dongeng binatang), cerita fiksi biasa bahkan cerita non fiksi yang melibatkan kucing di dalamnya.

Saya bukanlah tipe orang yang suka memelihara binatang, apa pun itu. Termasuk kucing. Padahal kalau boleh dirunut info seputar kucing yang saya peroleh dari dulu, seharusnya saya sudah menyukai binatang ini.
Kucing yang menurut mitos mempunyai 9 nyawa, atau mitos yang mengatakan bila kita menabrak kucing kita akan mendapat sial atau celaka, bahkan pada info yang saya dapatkan bahwa kucing itu adalah binatang kesayangan Nabi Muhammad SAW. Untuk itulah kita dilarang menyakiti binatang ini.
Dan ketika saya membaca kumpulan cerita non fiksi yang disusun oleh Callie Smith Grant dalam buku berjudul Kucing Bernama Dickens: Kisah Memikat tentang Kucing yang membuat Kita jatuh Cinta, saya semakin yakin bahwa benar kalau kucing itu adalah binatang yang harus kita sayangi, dan mudah membuat kita jatuh cinta padanya.
Kucing bisa cepat memahami manusia―tentu dengan caranya sendiri.

Dalam pengantarnya di buku ini, Callie Smith Grant menulis bahwa Kucing memiliki cara tersendiri . Di dunia ini mereka diberi karunia berupa gerak-gerik yang lemah gemulai. Terkadang dengan cara-cara uniknya kucing menghampiri dan membantu kita.
Di dalam halaman-halaman buku ini, kita akan bertemu dengan kucing-kucing yang menakjubkan berserta manusia-manusia pemiliknya. Kita akan bertemu dengan kucing yang meringankan luka-luka batin masa kanak-kanak, menciptakan kerukunan dalam keluarga, mlindungi anak-anak, menghibur orang-orang yang tengah gelisah, dan bahkan tentu saja dengan cara kucing―berperan dalm keimanan seseorang.
Kucing yang dikirimkan Tuhan tersebut benar-benar ‘menyelamatkan’ jiwa manusia dengan cara mereka sendiri―dengan tenang, merunduk ke tanah, berjinjit agar tidak ketahuan, danm sambil terus mendengkur.

Buku ini memuat 24 cerita pendek tentang kucing dan manusia, yang semuanya mengisahkan ajaibnya sentuhan dan kehadiran seekor kucing di tengah kehidupan manusia.
1.      Kucing Bernama Dickens
2.      Clover
3.      Penderita Anoreksia dan Anak Kucing
4.      Keajaiban-keajaiban Kecil
5.      Hanya Butuh Mocha
6.      Mittens
7.      Kucing yang Menyelamatkan Seorang Bocah
8.      Malaikat
9.      Sang Pendamai
10.  Kucing Ibuku
11.  Penulis dan Kucingnya
12.  Kucing Pemakan Segala
13.  Kucing Palungan dan Induknya
14.  Frankie, si Kucing Penjaga
15.  Kucing yang Menyukai Kemoterapi
16.  Ratu Kucing
17.  Iffy
18.  Konser Terakhir
19.  Pickles Bisa Hidup Tenang
20.  Pelukan yang Kosong
21.  Di Pinggir Hutan
22.  Doa April Mop
23.  Anugerah dari Tuhan
24.  Tiga Ekor Kucing dan Ayah Tiri


Dari kedua puluh empat cerita yang disajikan, dari beberapa judulnya saja kita sudah bisa meraba, bahwa itu adalah cerita tentang interaksi kucing dan manusia, atau tentang pengaruh seekor kucing di dalam kehidupan manusia.

Cerita Kucing Bernama Dickens yang merupakan judul induk buku ini, mengisahkan tentang perjuangan Gwen Ellis, seorang perempuan tua yang menderita kanker ovarium dalam mengatasi penyakitnya. Ellis, harus terus menerus mengikuti sesi kemoterapi untuk kesembuhannya. Wendy, anak Gwen Ellis menyarankan agar Ibunya memelihara kucing sebagai teman di kala dia kesepian. Akhirnya hadirlah seekor kucing muda, matanya cemerlang, dengan bulu dada, kaki dan telapak kaki putih, seperti yang Ellis minta kepada putrinya. Ellis menamai kucing itu Charles Dickens.
Beberapa waktu setelah tinggal bersama Ellis, Dickens terserang bersin-bersin hebat dan akhirya sakit. Tetapi setelah delapan hari kemudian, tibalah titik balik. Dickens sembuh dan melompat dengan sorot mata berseri-seri.
Sejak itu Ellis yakin, bahwa dia pun akan tiba pada titik balik seperti halnya Dickens. Terbukti akhirnya dengan semangatnya yang besar untuk sembuh dan didampingi oleh Dickens yang setiap hari setia menemani pada malam-malam yang sepi, mengajak balapan naik tangga, melompat ke ujung tempat tidur dan menunggu di kala kesakitan, setelah enam bulan menjalani pengobatan, Gwen Ellis menemukan titik baliknya. Dia sembuh. Tidak terlihat ada sel kanker di mana pun.
Itulah keajaiban yang dirasakan Gwen Ellis bersama Charles Dickens si Kucing Pemberi Semangat.
Ada satu cerita yang menjadi cerita favorit versi saya dari kedua puluh empat cerita yang masing-masing menarik untuk disimak.
Cerita Penderita Anoreksia dan Anak Kucing. Cerita itu begitu sangat menyentuh hati saya, sampai-sampai saya menitikkan air mata. Bagaimana tidak? Seorang anak perempuan yang baru berumur enam tahun, menderita anoreksia. Ironis sekali, dia tidak mau makan dan bersedia menahan lapar dan menjadi kurus. Dia terobsesi dengan kelaparan. Saking kurusnya, dia bak anak-anak yang dipakai sebagai model iklan pengumpulan dana bagi negara dunia ketiga.
Orangtuanya berasal dari keluarga kaya dan hampir menjadi bangkrut akibat terapi yang dilakukan untuk kesembuhan Brenda. Brenda pernah mengikuti program di tiga rumah sakit, termasuk dirawat di ICU. Tetapi semua usaha itu tidak membuahkan hasil. Sampai akhirnya orangtua Brenda membawa dirinya ke sebuah klinik yang mempunyai program unik untuk mengatasi kebiasaan makan yang buruk.
Di tempat inilah kehidupan Brenda menjadi lebih baik. Dan itu semua tidak lepas dari peran dokter yang merawatnya dengan menghadiahkan Brenda seekor anak kucing yang kecil dan lemah―nyaris mati.
Mendapat ‘hadiah’ yang lebih merupakan amanat untuk menjaga anak kucing kecil nan lemah itu agar tetap hidup, membuat Brenda berpikir untuk makan. Karena yang diperlukan anak kucing itu adalah makanan, seperti dirinya. Brenda menyayangi anak kucing itu dan tidak mau membiarkannya mati. Demikian pula dengan dirinya. Akhirnya Brenda dapat terbebas dari kebiasaan makan buruknya dan pulang untuk meneruskan hidupnya.
Sementara si anak kucing tetap tinggal di klinik dan dijuluki sebagai ‘kucing terapis’.

Betapa ajaibnya seekor kucing dalam kelangsungan hidup beberapa manusia. Memang tekad dan niat sembuhlah yang utama, sementara kucing, dokter dan obat-obatan hanya media perantara dan pelengkap saja.
Cerita-cerita seru dan haru lainnya mengenai ajaibnya pengaruh kucing dalam kehidupan manusia, masih bisa kita dapatkan di dua puluh dua cerita lainnya.

Catatan tentang Callie Smith Grant
Dia seorang penyayang kucing. Selalu. Dia menganggap kucing adalah hasil ciptaan Tuhan yang paling indah. Jadi, membuat buku yang berisi kumpulan cerita singkat tentang kucing, dirasakannya sebagai tugas yang menyenangkan.