Juli 14, 2011

A TALE DARK AND GRIMM


Resensi oleh Noviane Asmara
Detail Buku:
A TALE DARK and GRIMM
Penulis : Adam Gidwitz
Penerjemah: Khairi Rumantati
Penyunting: Jia Effendie
Pewajah Isi : Husni Kamal
ISBN : 978-979-024-477-1
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 229 Halaman
Harga : Rp 33.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Juni 2011



Kalau kamu termasuk ke dalam golongan orang penakut dan gampang pingsan saat melihat darah, saya anjurkan untuk tidak membaca buku ini.
Karena sudah terpapar jelas peringatan yang tertera di back cover buku yang memuat sembilan dongeng ini.

Saya sempat mengintip web Sang Pendongeng ini. Di situ kita bebas bertanya apa saja seputar buku A Tale Dark and Grimm. Tentang bagaimana si Gidwitz ini memulai menulis A Tale Dark and Grimm, mengapa ia tertarik dengan dongeng, sampai kepada mengapa buku yang ia tulis penuh dengan adegan berdarah.

Saya kutip satu pertanyaan dari fans Gidwitz di webnya yang bertanya tentang buku ini.

Tanya:
The book is kind bloody. Who can read it? Is it appropriate for seven year olds? How about forty-five year olds?

Jawab:
It’s definitely not appropriate for forty-five year olds. It’s funny and scary and forty-five year olds will probably hate it. But as for seven year olds…

The official age on the book is 10 and up (up to forty-four, that is) but I have read scary parts of the book to classes of seven and eight year olds , and they’ve been ecstatic about it.

And bla bla bla …

Kebanyakan dari cerita dongeng yang sudah ada dan familier di ingatan kita adalah dongeng-dongeng lucu, fantastis, konyol, penuh haru dan berakhir dengan kebahagiaan.
Berbeda dengan A Tale Dark and Grimm ini. Di sini, sejak halaman pembuka saja, nuansa horor sudah terasa merambat merayapi tengkuk kita membuat bulu kuduk meremang. Bukan horor yang identik dengan sosok hantu atau makhluk tak kasat mata, tapi lebih kepada horor karena akan selalu ada darah hangat dan merah yang terus setia menyertai kita di setiap jari kita membuka lembar-lembar halamannya.

Ini dongeng yang sadis, kejam, tidak biasa dan tidak untuk dikonsumsi anak-anak. Lho?
Karena kesembilan dongeng yang dituturkan apik oleh Adam Gidwitz ini, alih-alih sebagai dongeng pengantar tidur, membuat orang nggak bisa tidur dan gelisah sepanjang malam.

Kalian pasti sudah tidak asing kan dengan tokoh dalam dongeng ini? Si kembar Hansel dan Gretel. Nah, kali ini kita akan diajak bertualang bersama si kembar ini ke dalam petualangan-petualangan mereka yang seru, mencekam, keji namun tetap mengandung unsur lucu.
Kesembilan kisah yang tersaji itu saling terhubung dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Terangkai menawan dan menjadi satu kesatuan cerita, walau di setiap bagian cerita tertulis kata “tamat”.

Uniknya, dongeng ini mengisahkan si kembar bukan langsung mereka sebagai anak remaja tanggung, tapi menceritakan jauh sebelum mereka lahir―cerita tentang kakek dan orangtua mereka, juga pelayan setia bernama Johannes yang sudah melayani keluarga mereka secara turun temurun. Karena dari sinilah, dari seorang pelayan bernama Johannes, semua cerita bermula.

Pernahkah kamu membayangkan kepalamu dipenggal? Atau dimasukkan ke dalam oven besar yang super panas? Atau mungkin yang paling fantastis berkhayal berkunjung ke neraka? Kalau iya, pastilah kamu seorang pengkhayal ajaib yang aneh, karena semua khayalanmu sadis dan sungguh tidak masuk akal. Apalagi bila kamu berkhayal menjadi seorang nenek dari seorang, ups.. seekor iblis yang tidur di pangkuanmu. Sungguh mengerikan!

Hal-hal di atas akan kita jumpai semua dalam petualangan seru Hansel dan Gretel. Kakak beradik yang saling menyayangi ini, harus rela berpindah-pindah tempat. Dari asuhan tangan yang satu ke asuhan tangan lainnya. Dari rumah yang satu ke rumah lainnya. Dari hutan yang satu ke hutan lainnya. Mereka dipaksa dan terpaksa mandiri dan saling melengkapi.
Terharu sekali, saat mereka mendapatkan ujian yang berat bertubi-tubi. Mereka tetap kompak, saling support dan saling memaafkan. Cinta kasih mereka sudah terbukti kuat. Ujian sekeras dan sehebat apa pun, takkan bisa memutuskan ikatan darah yang mengalir sama di dalam nadi mereka. Walau dalam perjalanannya, layaknya kakak beradik pada umumnya, pertengkaran dan kemarahan sempat menghiasi hari-hari mereka.

Saya berkhayal, andaikan saja buku ini dilengkapi dengan gambar ilustrasi, tentunya akan semakin memperkuat peristiwa sadis yang terjadi. Apalagi bila ilustrasinya dibuat berwarna, seperti ilustrasi yang terselip dalam lembaran-lembaran menawan buku Where The Mountain Meets The Moon. Rasanya sensasi mengerikan akan makin terasa saja.
Adapun kesalahan cetak dan ketik yang terjadi, seperti: membumbung (92), ksatria (104), pintuna (125), menyondongkan (152), lembab (202) dan mempercayai (223), tidak terlalu mengganggu kenyamanan membaca. Karena semuanya dikaburkan dan terkalahkan oleh rasa takut dan ngeri saat membacanya.

Sebagai penyuka cerita dan dongeng bergenre thriller, suspense atau horor―terserah bagaimana penggolongannya, saya teramat menikmati A Tale Dark & Grimm ini. Rasanya menemukan keasikan tersendiri membaca dongeng yang berdarah-darah. Karena selama ini, novel-novel thriller dengan tema pembunuhan berantai, psikopat, dan balas dendam, kerap mewarnai dunia bacaan saya.
Untuk kategori Tale Dark, baru buku ini saja yang saya baca. Walau semasa kecil pernah dibacakan dongeng seram, seputar seorang anak kecil yang dimakan oleh raksasa jahat.

Ingin tahu sesadis apa dan sekeji apa peristiwa seru yang menimpa Hansel dan Gretel, beserta tempat-tempat indah dan fantastis yang sempat mereka kunjungi? Jawabannya ada di buku A Tale Dark & Grimm.

Adam Gidwitz adalah seorang penulis cerita anak-anak, lahir di San Francisco, 1982. Ketika berumur 2,5 tahun dia pindah ke Baltimore dan tumbuh di sana. Memilih English Literature saat kuliah di Inggris. Saat ini dia mengajar di Brooklyn.
Mau tahu lebih lanjut tentang si ganteng yang masih muda ini, intip saja di http://www.adamgidwitz.com