April 18, 2011

THE VAMPIRE DIARIES#3 : The Fury

Resensi oleh Noviane Asmara

Penulis : L.J. Smith
Penerjemah : Nengah Krisnarini
Penyunting : M. Sidik Nugraha
Pewajah Isi : Siti Qamariyah
ISBN : 978-979-024-239-5
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 286 Halaman
Harga : Rp 39.900
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I: Januari 2011


Elena memandang dirinya sendiri. Gaun pusaka dari abad ke-19 yang dikenakannya compang-camping dan kotor, kain muslin putih tipis tersobek di beberapa tempat. Namun, tidak ada waktu untuk menggantinya; dia harus makan sekarang.

Hidup kini bagi Elena sudah tidak sama lagi. Dunia yang dulu memberikan kepopuleran dan kehangatan—kini menguap sudah. Walau sekat itu tipis, namun Elena tidak pernah bisa kembali. Dia harus rela kehilangan segalanya. Semua yang pernah dulu dia miliki; keluarga yang mencintainya, teman-teman yang menyayanginya dan orang-orang yang memuja dirinya.
Namun, untunglah cinta dari Stefan selalu mengikutinya. Stefan yang terus berada di samping Elena untuk mendukung dan menjaganya.

Kisah The Fury yang merupakan seri ketiga dari cerita Vampire Diaries, lebih banyak menceritakan tentang sosok Elena. Gadis SMA yang cantik yang diperebutkan oleh kakak beradik vampire; Stefan dan Damon.

Kota tempat tinggal Elena tiba-tiba menjadi mencekam. Akibat banyaknya serangan-serangan yang terjadi menimpa murid-murid sekolah dan warga Fell’s Church.
Tuduhan pun ditujukan kepada Stefan. Stefan yang nyaris tewas akibat aksi main hakim sendiri oleh warga Fell’s Church.
Di sisi lain, Elena harus bisa menerima kenyataan dengan kehidupan barunya. Ia harus mulai beradaptasi dengan dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Elena yang di mata warga Fell’s Church telah pergi.

Keadaan menjadi semakin rumit kala Elena, Stefan dan Damon tersadar, bahwa ada sesuatu yang sedang mengintai mereka. Sesuatu yang ingin membuat mereka mati. Yang sulit mereka tembus. Ada kekuatan lain yang menyimpan dendam dan kemarahan hebat pada mereka bertiga.
Bersama-sama, kini meraka bersatu. Stefan dan Damon yang telah bermusuhan dan yang telah lama berusaha saling membunuh, kini mereka bersekutu dan saling membantu.

Penyelidikan pun dimulai. Mereka menemukan nama orang-orang yang mencurigakan. Muncul nama seperti Robert Maxwell, tunangan Bibi Judith. Ada juga Alaric Saltzman sang guru pengganti. Yang sejak kedatangannya ke sekolah Elena begitu tiba-tiba dan penuh dengan misteri. Terkhir yang menjadi calon tersangka mereka adalah Mrs. Flowers, orang yang mengontrakkan rumahnya pada Stefan.

Bertiga mereka melakukan penyelidikan. Untunglah, Elena masih mempunyai teman-teman yang setia. Walau telah berbeda kehidupan, tapi Meredith, Bonnie dan Matt, selalu ada untuk Elena. Kengerian dan ketakutan apapun yang ditimbulkan oleh sosok Elena yang baru, tidak mengubah rasa saying mereka terhadap dirinya.

Di tengah penyelidikan itu, mereka berhasil menyingkap misteri yang menyelimuti orang-orang yang mereka yakini terlibat. Penyelidikan ini pula yang berhasil menguak satu rahasia yang sedah lama Meredith bungkam.
Tapi hl itu bukanlah akhir dari penyelidikan. Kini mereka menemukan sesuatu atau sesorang yang menjadi sumber dari semua malapetaka yang terjadi di Fell;s Chuch.
Seseorang yang tidak pernah Stefan dan Damon sangka. Sesorang dari masa lalu mereka yang kembali hadir dengan beribu teror. Seseorang yang bangkit dari kematiannya. Tapi Elena, selalu tahu bahwa dia akan muncul. Muncul dengan kemarahan hasrat membunuh yang tinggi.

Diari yang ditulis Bonnie di akhir cerita, menjadi penutup yang mengaharukan. Bonnie yang selalu menyayangi Elena. Bonnie yang menghargai segala keputusan dan pengorbanan yang Elena lakukan.

Cerita yang disuguhkan dalam The Fury ini semakin memikat, dengan kejadian-kejadian yang begitu kompleks dan mengejutkan. L .J. Smith nyaris membuat saya terkena serangan jantung. Tidak seperti di dua buku sebelumnya,unsur horor yang ditampilkan sangat terasa, terlebih menjelang lembar-lembar terakhir. Banyak sekali ketegangan-ketegangan dan perasaan waswas yang ditimbulkan.

Bagi para pencinta vampire, terutama fans berat Damon, buku ini wajib dibaca.

LITTLE MEN


Resensi : Noviane Asmara 
Penulis : Louisa May Alcott 
Penerjemah : Mutia Dharma
Penyunting : Ida Wajdi

ISBN : 978-979-024-463-4
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 453 Halaman
Harga : Rp 49,900
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria

Cetakan: I, Januari 2011


“Apa punggung bungkuk membuat orang menjadi baik hati? Kalau iya, aku mau juga.” Tanya Demi. [hal.28]
Lihatlah, betapa polosnya pertanyaan yang diajukan oleh seorang anak laki-laki yang bangga melihat temannya yang mempunyai hati yang baik, meskipun punggungnya yang bungkuk.

“Tuhan tidak peduli. Jiwaku tetap lurus meskipun punggungku tidak,” isak Dick pada anak yang menjahatinya. [hal.28]
Kata-kata di atas yang dilontarkan spontan oleh seorang bocah delapan tahun sebagai pembelaan atas hinaan terhadap dirinya yang tidak sempurna, langsung menohok hati saya dan membuat saya berkaca-kaca.

Dunia anak-anak adalah dunia yang sangat menyenangkan. Dunia di mana sejuta warna berada di dalamnya. Dunia yang memberikan kesenangan, keceriaan, kehangatan, kejahilan, pengetahuan dan masa bermain yang tak ada habisnya. Dunia ini bisa ditemukan di Sekolah Plumfield.
Plumfield awalnya merupakan sebuah rumah yang indah yang terletak di atas tanah yang luas. Rumah dan tanah itu diwariskan oleh Bibi March kepada Jo March yang sekarang telah menikah dengan Profesor Fritz Bhaer dan mempunyai dua orang anak.
Lewat tangan mereka berdualah sekolah yang diperuntukkan khusus untuk anak laki-laki yang kurang beruntung ini hadir. Dan dikenal dengan nama Sekolah Plumfield.

Kurikulum dan peraturan yang diberlakukan di sekolah ini berbeda dengan di sekolah lainnya. Di Sekolah Plumfield, setiap anak belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing, dengan tidak mengesampingkan hal yang paling utama; yaitu pelajaran budi pekerti. Belajar menjadi baik.

Ibu Bhaer dan Pak Bhaer tidak mengajar anak-anak dengan tangan besi. Mereka berdua mengajar dengan sabar dan penuh kasih kedua buah hatinya, Rob dan Teddy bersama kedua belas anak laki-laki, yaitu; Nat Blake, Franz―keponakan Pak Bhaer yang merupakan murid tertua, Demi Brooke―keponakan Bu Bhaer, Tommy Bangs si pembuat onar, George “Stuffy” Cole, Dick Brown si Punggung bungkuk, Dolly Pettiingill si anak gagap, Jack Ford, seorang anak yang cerdas dan lihai, Ned Barker yang mempunyai julukan “si Slebor” karena kakinya yang panjang dan sikap cerobohnya serta cara bicaranya yang kacau, Billy Ward yang meskipun telah berusia tiga belas tahun tetapi masih terlihat seperti enam tahun, Emil yang dibilang banci dan Dan si anak dingin yang ketus tapi menyayangi bayi.

Kesabaran Bu Bhaer dan Pak Bhaer tidak pernah habis dalam menghadapi polah nakal anak-anak mereka. Alih-alih menghukum mereka dengan pukulan bila melakukan kesalahan, sebaliknya, Pak Bhaer-lah yang dipukul oleh anak yang melakukan kesalahan. Hal ini justru membuat anak yang berbuat kesalahan menyesali perbuatannya dua kali lipat. Karena kesalahan merekalah Pak Bhaer harus dipukul oleh tangan mereka sendiri.
Itulah salah satu bentuk hukuman yang Pak Bhaer terapkan di Sekolah Plumfield itu untuk membuat anak-anak agar dapat berbuat baik. Selain itu kebebasan juga diberikan oleh Bu Bhaer pada anak-anak, yang memperbolehkan mereka melakukan perang bantal setiap Sabtu malam, mempunyai kebun sendiri dan boleh memelihara hewan peliharaan.

Sekolah Plumfield yang ditujukan anak laki-laki pun disemarakkan oleh adanya Daisy Brook, saudara kembaran Demi Brook, keponakan Bu Bhaer tercinta.
Daisy selalu bersikap menawan dan memesona, dengan semua sifat kewanitaan yang tumbuh dalam dirinya.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya Daisy pun tidak sendirian sebagai murid perempuan sampai hadirnya Annie Harding di sekolah tersebut. Nan, begitu anak-anak memanggilnya, merupakan anak perempuan yang bandel tetapi berotak encer.

Walaupun Bu Bhaer dan Pak Bhaer mengajar dan mengasuh anak-anak di sekolahnya dengan kesabaran yang tinggi dan rasa sayang yang tulus, tidak menjadikan Pak Bhaer lemah dan terus memaklumi setiap kenakalan dan kejahatan kecil yang dibuat oleh anak didiknya.
Pernah satu waktu Pak Bhaer harus bertindak tegas, dengan mengirimkan Dan seorang anak yang baru beberapa waktu tiba di Sekolah Plumfield dan merupakan teman Nat Blake ke Desa Pak Page. Desa. Keberadaan Dan di Plumfield hampir membahayakan jiwa-jiwa yang tinggal di sana, dengan timbulnya kebakaran.
Kenakalan Dan yang melibatkan Nat dan Tommy untuk merokok dan meminum bir serta bersumpah serapah dengan kata-kata kotor, berujung dengan sebuah kebakaran yang mengakibatkan separuh Plumfield terbakar juga Tommy dan Nat yang mengalami luka baker serius di tubuhnya.

Membaca buku ini sejak halaman awal, langsung membuat mata saya berkaca-kaca. Alcott pandai sekali dalam mendeskripsikan kesedihan dan keadaan yang anak-anak lekaki yang kurang beruntung itu dengan kata-kata yang begitu menyentuh. Kadang membuat saya tertawa kecil ketika membaca celotehan-celotehan dan pertanyaan-pertanyaan polos yang dilontarkan oleh anak-anak. Dan tawa lepas pun keluar dari mulut saya tatkala membaca bagian tentang kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak lelaki itu, karena beberapa kenakalan yang mereka buat ada yang mirip dengan kenakalan yang saya buat ketika kecil dulu.

Little Men yang merupakan buku ketiga dari seri Little Women ini, wajib dibaca untuk para pecinta cerita klasik, terutama klasik anak.
Lewat kisah ini yang diperankan oleh Josephine March si Bu Bhaer dan suaminya, Alcott ingin menyampaikan pesan bahwa anak-anak adalah anugerah Tuhan yang dengan berjuta kenakalan―sifat alami mereka sebagai anak-anak, bisa dididik menjadi anak yang berbudi baik, disiplin, bertanggung jawab dan mempunyai rasa sayang yang besar terhadap sesamanya. Didikan yang lembut dan penuh kekeluargaanlah yang dibutuhkan oleh anak-anak. Bukan didikan kaku atau tangan besi yang melibatkan hukuman fisik yang akan berhasil baik alih-alih melahirkan dendam. Alcott juga menyampaikan indahnya ikatan yang terjalin dalam keluarga March. Walaupun masing-masing gadis March telah menikah dan mempunyai kesibukan masing-masing, tetapi mereka bersama keluarga kecilnya selalu terhubung satu dengan yang lainnya dalam berbagai kondisi. Mereka saling mendukung dan memuja. Dan akhirnya mereka jugalah yang menjadi panutan murid-murid Plumfield. Bukan saja terhadap ketiga mantan gadis March, tetapi juga terhadap ketiga suami para mantan gadis March itu.
Lihat saja komentar kekaguman salah satu murid Plumfield terhadap para pria perebut hati gadis-gadis March.
“Paman Fritz memang paling bijaksana, dan Paman Laurie paling menyenangkan, tapi Paman Jhon-lah yang ternbaik, dan aku inmgin jadi seperti dia daripada jadi pria lain yang pernah kutemui.” [hal.392]

Bila ingin belajar menangani anak yang nakal dan jahil, bisa mengikuti cara Pak Bhaer dan Bu Bhaer seperti yang tertulis di kisah Little Men ini. Mari belajar dan berguru pada pasangan Bhaer ini ^ _ ^

A TOUCH OF DEAD: Sookie Stackhouse Stories

Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Charlaine HarrisPenerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : Musa Annaqi

ISBN : 978-602-98377-2-8
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 171 Halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Kantera

Cetakan: I, Januari 2011


A Touch of Dead : Sookie Stackhouse Stories, merupakan kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Charllaine Harris dengan mengambil tokoh utama Sookie Stackhouse.
Cerita pendek yang beliau tulis ini adalah cerita yang masih berkaitan dengan cerita dalam The Sookie Stackhouse Novels dan belum pernah diceritakan sebelumnya.
Kehidupan dan sejarah Sookie sangat rumit, sehingga Charlaine Harris sendiri tidak yakin apakah ia akan sanggup menciptakan potongan cerita pendek koheren yang sesuai dengan si tokoh, karena ia harus menyesuaikan kisah-kisah ke dalam sejarah Sookie yang lebih luas tanpa meninggalkan sambungan.

Ada lima cerita pendek yang disajikan dalam A Touch of Dead ini; Debu Peri, Malam Dracula, Jawaban Satu Kata, Beruntung dan Bungkus Kado. Kelima cerita itu menggambarkan sisi lain dari seorang Sookie Stackhouse. Sisi yang belum pernah diketahui para pembaca Sookie Stackhouse Novels.

Dari kelima cerita pendek  seru yang tertuang, Debu Peri adalah cerita yang sangat menarik menurut saya.
Dalam cerita itu, Sookie diminta membantu untuk memecahkan misteri pembunuhan peri, Claudettte, oleh saudara kembarnya; Claudine dan Claude..
Pemaparan dari cara kerja Sookie sebagai “Detektif” sungguh unik. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Sookie terhadap para calon tersangkapun sangat “detektif” sekali, seolah-olah Sookie adalah Detektif Profesional alih-laih pelayan bar. Sookie menggunakan kelebihannya yang dapat membaca pikiran orang untuk memuluskan tugasnya sebagai penyelidik.
Akhirnya penyebab kematian Claudette pun tersingkap. Claudette mati dengan cara memudar―cara kaum peri mati dengan meninggalkan benda berkilau; Debu peri, hanya gara-gara lemon. Karena ternyata kaum peri alergi terhadap lemon dan jeruk nipis.

Cerita selanjutnya yang menjadi favorit saya adalah Bungkus Kado. Cerita ini sungguh lucu. Lucu bukan dalam pengertian kisahnya adalah sebuah cerita komedi. Tapi lebih kepada kejutan yang ditampilkan hampir di ujung cerita.
Dalam cerita ini, Sookie mendapatkan sebuah Kado Natal dari kakek buyutnya. Kado yang sangat unik dan rumit. Bahkan cara Sookie mendapatkannyapun butuh perjuangan. Kado yang menjadikan perayaan Natal Sookie kali ini sangathidup dan berwarna. Walaupun sebenarnya Sookie tidak mengetahui bahwa kebahagian, kenikmatan dan ketegangan yang ia dapatkan di malam Natal itu merupakan rangkaian Kado yang diberikan sang kakek buyut untuk cucunya tercinta ini.
Semua orang yang membaca cerpen Bungkus Kado inipun, saya jamin pasti tergelak, ketika mengetahui Kado yang dikirimkan oleh si kakek buyut itu.
Andaikan saya mendapatkan Kado Valentine nanti yang serupa dengan Kado Natal yang Sookie dapatkan… saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, walaupun jujur saya pasti akan merasa senang juga seperti halnya Sookie.

Charlaine Harris, dikenal sebagai penulis fantasi dan misteri. New York Times menobatkannya sebagai Best Selling Author untuk karyanya, serial novel Sookie Stackhouse. Dia tinggal bersama keluarganya di sebuah kota kecil di Arkansas Selatan, Amerika Serikat. Untuk mengetahui lebih lanjut karya-karya Harris yang lain, silahkan mengunjungi www.charlaineharris.com.

SHAKESPEARE’S LANDLORD

Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Charlaine Harris
Penerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : Musa Annaqi
ISBN : 978-979-1924-09-2
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 289 Halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Kantera
Cetakan I : Desember 2010


Para penggemar cerita bergenre misteri, thriller atau suspense romance pasti sudah tidak asing dengan nama-nama penulis seperti Beverly Barton, Lisa Jackson, Karen Rose, Chelsea Chain. Mereka adalah penulis wanita yang banyak menghasilkan buku-buku bergenre misteri dengan cerita-cerita yang memikat. Dan saya menyukai karya-karya mereka yang hebat. Selain penggemar genre fiksi fantasi, saya adalah pembaca setia genre misteri dan suspense. Selain penulis-penulis wanita, saya pun sangat kagum terhadap karya-karya Stieg Larsson, Alan Folson.
Sekarang penulis wanita dengan tema misteri favorit saya bertambah lagi, dengan munculnya Seri “The Lily Bard Mystery” besutan Charlaine Harris.
Saya tidak menyangka ternyata selain pintar membuat cerita vampir yang fenomenal lewat “The Sookie Stackhouse Novels”, Harris juga sangat lihai dalam merangkai cerita misteri. Terbukti dengan buku pertama dari seri The Lily Bard Mystery : Shaskespeare’s Lanlord. Bintang tiga setengah layak untuk cerita yang tersaji menawan dan penuh misteri ini. Tidak hanya ceritanya yang sangat menjerat hati, tetepi kovernya juga. Lihatlah betapa simbol-simbol misteri dan gambar-gambar yang mewakili isi cerita terpampang menarik dalam setiap kotaknya.

Selamat datang di kota kecil Shakespeare, Arkansas....
Kota yang terjaga lebih awal dan tertidur lebih cepat.
Lily Bard, wanita tukang bersih-bersih yang sudah empat tahun menjadi warga Shaskespere. Ia tinggal di apartemen yang ia beli dari Pardon Albee. Apartemen Shakespere Garden, begitu sang pemilik menamainya, karena bagian depannya menghadap ke arah arboretrum.
Kegiatan harian Lily adalah seputar bersih-bersih. Warga Shakespeare menyewa jasanya untuk sekedar membersihkan rumah atau kantor mereka. Kebanyakan klien Lily adalah penghuni apartemen yang menyewa bulanan pada pardon Albee. Beberapa diantaranya adalah Mrs. Hofstettler, Pasangan keluarga York: Alvah dan TL, Norvel Whitbread yang bekerja di Gereja Shakespeare, Marcus Jeferson, Deedra Deane, Pasangan O’Hagen; Tom dan Jenny.

Kehidupan di apartemen yang selama ini tenang dan nyaman, tiba-tiba berubah menjadi menegangkan ketika sang pemilik apartemen, pardon Albee ditemukan di dalam kantong plastik dalam keadaan tewas. Sejak saat itulah kota Shakespeare menjadi tidak tenang, terlebih lagi untul Lily.
Lily yang diam-diam menyebut dirinya sebagai Jasa Kebersihan Shakespeare, tiba-tiba menjadi tersangka atas tewasnya Pardon Albee. Beberapa bukti mengarah padanya. Ia bolak-balik dimintai keterangan oleh Claude Friedrich, kepala polisi Shakespeare. Saat itulah dia bertekad untuk menemukan sang pembunuh Albee, karena ia merasa ada beberapa kejadian yang ganjil dan beberapa hal yang tidak pada tempatnya yang ia temukan pada diri penghuni apartemen.
Lily sudah hapal akan kebiasaan para pemakai jasanya. Kapan mereka pergi, kapan mereka datang, apa yang biasa mereka lakukan, apa kesukaan dan ketidaksukaan mereka dan hal-hal pribadi yang bisa Lily tebak hanya dari jejak dan kebiasaan kliennya itu.

Di tengah penyelidikan yang Lily lakukan, ia dihadapkan pada teror yang terus-terusan ia terima. Borgol dan pistol yang dibungkus kain putih, Boneka Ken yang berdarah dengan satu matanya yang cacat, penyerangan yang terjadi di halaman apartemennya dan lain-lain Teror yang kesemuanya mengarah pada masa lalunya.. Masa lalu yang Lily simpan rapat-rapat dan tidak satupun warga Shakespere mengetahuinya, sampai saat laporan tentang masa lalunya tersebar ke seluruh kota Shakesperae akibat kecerobohan Claude Friedrich yang sedang menyelidiki Lily Bard dan penasaran terhadap masa lalu Lily dan keberadaannya di Shakespeare.

Akhirnya bersama-sama mereka berdua berusaha memecahkan misteri pembunuh Albee yang sebenarnyaMereka mengumpulkan bukti dan alibi para tersangka yang mereka yakini terlibat. Dan berkat kecerdasan Lily dan ketajaman instingnya, Lily berhasil menemukan tersangka sebenarnya, hanya karena Lily menemukan hal yang berbeda di rumah kliennya itu saat ia bersih-bersih. Begitupun dengan Friedrich yang sudah mencurigai orang itu sebagai pelakunya, dengan melindungi Lily ketika si pembunuh mencoba menyakiti Lily. Bukti-bukti mengarah pada orang yang tidak pernah diduga sanggup melakukan tindakan keji itu. Orang yang selama ini menpunyai kehidupan normal dan lurus. Tapi begitulah misteri kehidupan.

Banyak hal menarik yang terjadi saat Lily memecahkan kasus ini. Keterlibatan percintaan Lily dengan seorang Marshall Sedaka yang sedang dalam masa perceraianpun kian turut melengkapi kisah misteri ini.Tapi hal yang paling menarik dari cerita ini menurut saya adalah masa lalu dari seorang Lily Bard. Masa lalu yang sangat kelam. Masa lalu yang tidak akan pernah bisa terhapus selamanya dari ingatan Lily begitupun dengan ingatan saya. Masa lalu yang bisa membuat semua oarang ngeri sekaligus iba terhadap Lily. Masa lalu yang akn terus menghantui dan menjadi sebuah catatan berdarah di hati Lily.
Masa lalu Lily yang membuat saya menangis saat mengetahuinya dan ingin membalas terhadap si pelaku perusak masa depan Lily tersebut.
Charlaine Harris berhasil membuat emosi saya naik turun ketika membacanya. Itulah yang saya suka dari sebuah cerita misteri. Penuh dengan trik dan intrik juga ketegangan yang dirasakan.

Seri The Lily Bard Mystery ini terdiri dari lima buku, yaitu:
Shakespeare’s Landlord
Shakespeare’s Champion
Shakespeare’s Christmas
Shakespeare’s Trollop
Shakespeare’s Counselor

Semoga jarak terbit tiap bukunya tidak terlalu lama, sehingga rasa penasaran saya akan pelaku tak berperikemanusiaan yang berada di masa lalu Lily, segera terjawab.