April 19, 2011

THE LAWS OF MAGIC #1 : Blaze of Glory

Resensi : Noviane Asmara

Penulis : Michael Pryor
Penerjemah: Nina Setyowati
Penyunting: Melody Violine
Pemerikasa Aksara : Helena Theresia
ISBN : 978-979-024-473-3
Tebal : 554 Halaman
Harga : Rp 79.900
Penerbit : Ufuk
Cetakan: I, Januari 2011

Blaze of Glory merupakan buku pertama dari seri Trilogi The Laws of Magic.
Buku ini mengisahkan Aubrey Fitzwilliam seorang pemuda tanggung yang paling berbakat dalam sihir di Sekolah Stonelea. Sejak kecil, sudah terlihat jelas bahwa Aubrey memiliki kemampuan sihir yang telah muncul dalam keluarganya selama berabad-abad.
Aubrey berperawakan kurus dan tinggi, tetapi penuh dengan rasa ingin tahu, nekat dan mempunyai ambisi yang besar terhadap sihir. Kesehariannya di Sekolah Stonela, Aubrey habiskan bersama sahabat karibnya, George Doyle, seorang pemuda cerdas, yang sama sekali tidak terlihat cerdas. Mereka selalu melakukan segala jenis eksperimen sihir. Sampai suatu hari, Aubrey melakukan sebuah eksperimen sihir yang berbahaya. Sihir terlarang yang sebenarnya tidak boleh dia lakukan. Sihir Maut.
Dan efeknya terus melekat pada diri Aubrey sepanjang hidupnya.

Sebuah surat formal dari sang ayah, Darius Fitzwilliam, mengantarkan Aubrey dan George ke dalam petualangan seru. Untuk pertama kalinya, Darius meminta Aubrey mewakili dirinya untuk datang ke acara berburu yang diadakan oleh Pangeran Albert.
Saat hari itu tiba, di tengah ramainya acara perburuan berlangsung, yaitu berburu Burung Stymphalian, terjadi hal yang menggemparkan.
Seorang pengawal penjaga pos pengamatan berburu ditemukan tewas dengan dua buah luka di kepalanya. Aubrey mencoba untuk menyelidiki misteri kematian pengawal tersebut dengan kekuatan sihir. Sekali lagi dia mencoba sihir maut untuk menembus waktu saat peristiwa itu terjadi.
Melalui penglihatannya, Aubrey tahu bahwa si pembunuh adalah sesosok makhluk mengerikan yang dikenal sebagai Golem.
Makhluk yang telah dibuat oleh sesorang untuk melaksanakan perintahnya. Aubrey kemudian menyadari bahwa Golem itu berniat membunuh Pangeran Albert. Beruntunglah Aubrey dan George bertindak cepat, sehingga Pangeran berhasil diselamatkan.

Beberapa waktu setelah peristiwa tersebut, terjadi dua pembunuhan secara beruntun. Kematian Dr.Tremaine Sang Ahli Sihir Kerajaan dan Profesor Hepworth, pemikir besar, Sang Peneliti Sihir dengan karya-karya teori sihirnya. Kematian keduanya dipastikan oleh sesuatu yang berhubungan dengan sihir.
Akhirnya bersama dengan putri Profesor Hepworth, Caroline, Aubrey dan George melakukan penyelidikan demi menemukan dalang di balik pembunuhan itu.
Trio penyelidik dadakan itu sedikit demi sedikit menemukan benang merah kenapa seseorang menginginkan Profesor dan Putra Mahkota mati. Mengapa pula seseorang itu membunuh Dr. Mordecai Tremaine. Dan apa hubungan semuanya dengan hilangnya Sir Fitzwilliam secara tiba-tiba. Siapa yang akan diuntungkan dari kematian mereka.
Kekompakkan dan kesolidan tim kecil itu, berhasil membongkar semuanya. Berhasil menemukan pembunuh yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.

Sepertiga awal buku ini masih terasa datar, belum tampak kejutan-kejutan yang berarti. Dan alurnya sangat lambat. Tapi begitu menginjak di duapertiga bagian buku, semuanya berlangsung cepat dan penuh kejutan. Petualangan dan kejadian-kejadian seru mulai menghiasi dan membuat ceritanya lebih hidup.
Digambarkan bagaimana Aubrey mempraktikkan sihir maut-nya ketika berusaha menembus waktu untuk melihat adegan kala pembunuhan terhadap si penjaga pos pengamatan berburu terjadi.

Tetapi saya sedikit direpotkan dengan bertebarannya istilah-istilah ilmiah yang wara-wiri dalam buku ini, walaupun dijabarkan arti dari istilah-istilah tersebut. Misalnya:
Hukum Kontiguitas. Kedekatan. Prosimitas.
Hukum Propensitas adalah hokum tentang kecenderungan benda terhadap tindakan tertentu.
Hukum Resonansi yang menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, tindakan dan benda bisa meninggalkan jejak di sekitar mereka.

Adapun kesalahan cetak atau typo yang terjadi, tidak begitu berarti dan tidak mengurangi keseruan membaca petualangan Aubrey ini.
Hanya sedikit ada rasa tidak nyaman terhadap hasil dari terjemahannya. Serasa kurang pas, sehingga ruh-nya tidak terlalu melekat sempurna. Atau mungkin juga faktor dan proses editing yang kurang bias memberikah ruh pada buku ini. Sehingga, walaupun ceritanya sampai pada puncak, tapi greget yang didapat tidak terlalu meledak dan memuaskan saya sebagai pembaca.

Satu catatan yang dapat menjadi sebuah referensi tentang sihir. Baron Verulam dengan pandangannya yang menggemparkan sekitar tiga ratus tahuin yang lalu. Yang mengawali kelahiran sihir modern, yang membawa sihir keluar dari zaman kegelapan yang penuh dengan takhayul dan tipu daya. Verulam bersikeras, bahwa sihir seharusnya diperlakukan secara ilmiah, melalui percobaan dan pengamatan yang merupakan unsur-unsur pendekatan empiris. Dengan landasan itu, Verulam berusaha membangun hokum-hukum yang konsisten, sehingga hasil-hasilnya dapat diuji kembali.
Sihir modern tumbuh dari sihir kuno, seperti alkemi yang setengah gila dan setengah intuitif melahirkan ilmu pengetahuan kimia modern yang rasional.
Perkembangan teknologi melampaui perkembangan sihir, karena satu aspek yang penting. Sihir hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang dengan bakat alami. Kecenderungan ini membuat manusia memperhatikan kekuatan-kekuatan sihir, dan kemampuan untuk melihat pengaruh sihir dalam cara yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Kemampuan bisa ditingkatkan dengan ketekunan belajar, tapi tanpa kapasitas sihir yang merupakan bawaan sejak lahir, mantra-mantra tidak bisa diakltifkan.
Inilah yang terjadi pada Aubrey Fitzwilliam, sang tokoh utama Blaze of Glory.

Rasanya tidak sabar menunggu Heart of Gold dan Word of Honour, kelanjutan dari seri Trilogi The Law of Magic ini terbit.

Michael Pryor lahir di Swan Sill, Victoria tahun 1957. Masa kecilnya dia habiskan di Victoria dan Melbourne sebelum pindah ke Geelong saat usianya 10 tahun. Dia tinggal di Geelong hingga masuk universitas di Melbourne. Dia mengajar Bahasa Inggris, Sastra, Drama, Ilmu Hukum dan Ilmu Komputer. The Laws of Magic Series  telah terpilih tiga kali untuk Aurealis Award dan juga telah dinominasikan untuk Ditmar Award. Saat ini dia tinggal di Melbourne bersama istri dan kedua putrinya.

ESPERANZA RISING


Judul : ESPERANZA RISING
Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Pam Muñoz Ryan
Penerjemah: Maria M. Lubis
Penyunting: Jia Effendie
Penyelaras Aksara : Ida Wajdi
Pewajah Isi : Aniza
ISBN : 978-979-024-473-3
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 238 Halaman
Harga : Rp 38.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Maret 2011

Kita semua bagaikan phoenix. Bangkit kembali, dengan kehidupan baru di hadapan kita

Itulah kenyataan yang harus dihadapi oleh Esperanza. Dalam kebeliaannya, dia harus menanggung beban hidup yang teramat berat.
Esperanza Ortega, anak semata wayang Sixto Ortega, pemilik perkebunan luas di Meksiko. Dia adalah pewaris tunggal perkebunan itu.
Sejak kecil, hidupnya sempurna. Penuh dengan keceriaan dan kehangatan. Dia dicintai oleh Ramona, sang Ibu yang cantik jelita dan ayah yang sangat memanjakannya. Dia pun selalu dilayani semua kebutuhannya oleh Hortensa yang telah mengasuhnya sejak dia masih bayi.
Kesempurnaan hidup yang telah dia jalani, tiba-tiba terhenti. Takdir telah mempecundanginya. Kehidupannya berubah menyedihkan, tepat satu hari sebelum ulang tahunnya yang ketiga belas. Ayah tercinta yang selalu mengajaknya ke perkebunan dan mengajarinya banyak hal, ditemukan tewas dibunuh oleh para bandit saat sedang bekerja memperbaiki pagar di tepi terjauh perkebunan.
Sungguh Ironis, hari di mana seharusnya menjadi hari yang paling bahagia bagi sang Mija, hari itu juga menjadi hari terkelam dalam hidupnya.

Selepas ayahnya meninggal, Esperanza dan Ibunya, hanya diwariskan rumah yang mereka tempati. Esperanza tidak bisa mendapatkan perkebunan yang telah menyatu dengan hidupnya, hanya karena dia seorang anak perempuan dan masih kecil. Akhirnya perkebunan luas pun harus jatuh ke tangan kakak tiri Ortega, Tio Lucas dan Tio marco, seorang bankir dan walikota yang licik dan culas.

No hay rosa sin espinas. Tidak ada mawar yang tidak berduri.”
Tidak ada kehidupan tanpa kesulitan.
Itulah yang Abuelita, sang nenek katakan pada Esperanza. Dalam tiap satu langkah kehidupan, selalu dibarengi dengan satu kesulitan tetapi selalu disertai pula dengan satu kemudahan.
Tio Luis tidak puas hanya dengan memiliki perkebunan luas adiknya, dia pun berniat memperistri Ramona.
Hanya ada dua pilihan bagi Ramona. Menerima pinangan Tio Luis dan kembali menjadi Nyonya pemilik perkebunan tetapi terpisah dari Esperanza atau pergi berimigrasi ke Amerika Serikat bersama mantan pelayannya, Alonso dan Hortensa untuk bekerja sebagai buruh kasar tetapi masih bisa hidup bersama anaknya sang Mija, Esperanza terkasih.

Ramona akhirnya memutuskan untuk pergi ke Amerika Serikat secara diam-diam. Dia bersama Esperanza kini harus berjuang hidup sebagai rakyat jelata. Menjalani kehidupan sebagai orang miskin yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.
Ternyata, sang Dewi Fortuna masih enggan memberikan keberuntungannya pada Esperanza. Di tempat ia ditampung di perkebunan, ia harus melakukan beberapa pekerjaan kasar. Menjaga bayi, mencuci popok dan menyapu balai pertemuan. Belum lagi hinaan dan sarkasme yang harus ia terima dari orang-orang yang bersikap buruk padanya. Sementara sang Ibu harus membanting tulang tiap harinya, demi sen yang sangat diperlukannya.
Bertubi-tubi kemalangan terus mendera Esperanza. Saat Ibunya sakit keras dengan mengidap Demam Lembah, dia dipaksa oleh keadaan untuk bekerja lebih keras lagi, demi menyambung hidupnya dan pengobatan Ibunya.
Dia yang tumbang hari ini, mungkin bangkit esok hari.
Keadaan yang keras menempanya menjadi seorang pribadi yang kuat. Esperanza menjadi sosok yang pantang menyerah dan selalu optimis.
Dan dia bertekad untuk mengubah keadaannya dan mendapatkan kembali kesempurnaan hidupnya yang dulu pernah dia miliki.

Orang kaya akan lebih kaya jika dia jatuh miskin, daripada orang miskin yang menjadi kaya.
-Pepatah Meksiko

Buku yang bersetting Aguascalientes, Meksiko 1924 ini, masih kental dengan tatanan sosial yang tajam. Di mana sekelompok orang menguasai berekar-ekar tanah dan perkebunan, sementara sebagian besar lainnya, harus puas hanya dengan menjadi pelayan dan buruh rendahan yang tidak akan pernah bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Jurang pemisah diantara dua kelompok itu begitu menganga lebar dan tidak akan pernah bisa dilewati.
Hal ini menimbulkan banyak pemberontakan efek dari kecemburuan sosial yang tumbuh dalam kehidupan masyarakatnya. Perampokkan merajalela, bandit-bandit tumbuh bak jamur setiap harinya.
Akibatnya, banyak warga Meksiko yang berimigrasi ke Amerika Serikat hanya untuk memperoleh peruntungan baru, dengan bekerja di perkebunan-perkebunan California dan Oklahoma.
Tetapi kemudian terjadi Repatriasi Meksiko tahun 1939. Pemerintah Federal Amerika menetapkan Aksi Deportasi, yang memberikan kekuasaan kepada daerah-daerah untuk mengirimkan banyak orang Meksiko kembali ke Meksiko.

Perjuangan panjang penuh pengorbanan dan air mata ini, dialami oleh Esperanza Ortega, nenek dari Pam Muños Ryan sang penulis.

Resensi ini dapat dilihat juga di www.buntelankata.blogspot.com

April 18, 2011

THE VAMPIRE DIARIES#3 : The Fury

Resensi oleh Noviane Asmara

Penulis : L.J. Smith
Penerjemah : Nengah Krisnarini
Penyunting : M. Sidik Nugraha
Pewajah Isi : Siti Qamariyah
ISBN : 978-979-024-239-5
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 286 Halaman
Harga : Rp 39.900
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I: Januari 2011


Elena memandang dirinya sendiri. Gaun pusaka dari abad ke-19 yang dikenakannya compang-camping dan kotor, kain muslin putih tipis tersobek di beberapa tempat. Namun, tidak ada waktu untuk menggantinya; dia harus makan sekarang.

Hidup kini bagi Elena sudah tidak sama lagi. Dunia yang dulu memberikan kepopuleran dan kehangatan—kini menguap sudah. Walau sekat itu tipis, namun Elena tidak pernah bisa kembali. Dia harus rela kehilangan segalanya. Semua yang pernah dulu dia miliki; keluarga yang mencintainya, teman-teman yang menyayanginya dan orang-orang yang memuja dirinya.
Namun, untunglah cinta dari Stefan selalu mengikutinya. Stefan yang terus berada di samping Elena untuk mendukung dan menjaganya.

Kisah The Fury yang merupakan seri ketiga dari cerita Vampire Diaries, lebih banyak menceritakan tentang sosok Elena. Gadis SMA yang cantik yang diperebutkan oleh kakak beradik vampire; Stefan dan Damon.

Kota tempat tinggal Elena tiba-tiba menjadi mencekam. Akibat banyaknya serangan-serangan yang terjadi menimpa murid-murid sekolah dan warga Fell’s Church.
Tuduhan pun ditujukan kepada Stefan. Stefan yang nyaris tewas akibat aksi main hakim sendiri oleh warga Fell’s Church.
Di sisi lain, Elena harus bisa menerima kenyataan dengan kehidupan barunya. Ia harus mulai beradaptasi dengan dunia yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Elena yang di mata warga Fell’s Church telah pergi.

Keadaan menjadi semakin rumit kala Elena, Stefan dan Damon tersadar, bahwa ada sesuatu yang sedang mengintai mereka. Sesuatu yang ingin membuat mereka mati. Yang sulit mereka tembus. Ada kekuatan lain yang menyimpan dendam dan kemarahan hebat pada mereka bertiga.
Bersama-sama, kini meraka bersatu. Stefan dan Damon yang telah bermusuhan dan yang telah lama berusaha saling membunuh, kini mereka bersekutu dan saling membantu.

Penyelidikan pun dimulai. Mereka menemukan nama orang-orang yang mencurigakan. Muncul nama seperti Robert Maxwell, tunangan Bibi Judith. Ada juga Alaric Saltzman sang guru pengganti. Yang sejak kedatangannya ke sekolah Elena begitu tiba-tiba dan penuh dengan misteri. Terkhir yang menjadi calon tersangka mereka adalah Mrs. Flowers, orang yang mengontrakkan rumahnya pada Stefan.

Bertiga mereka melakukan penyelidikan. Untunglah, Elena masih mempunyai teman-teman yang setia. Walau telah berbeda kehidupan, tapi Meredith, Bonnie dan Matt, selalu ada untuk Elena. Kengerian dan ketakutan apapun yang ditimbulkan oleh sosok Elena yang baru, tidak mengubah rasa saying mereka terhadap dirinya.

Di tengah penyelidikan itu, mereka berhasil menyingkap misteri yang menyelimuti orang-orang yang mereka yakini terlibat. Penyelidikan ini pula yang berhasil menguak satu rahasia yang sedah lama Meredith bungkam.
Tapi hl itu bukanlah akhir dari penyelidikan. Kini mereka menemukan sesuatu atau sesorang yang menjadi sumber dari semua malapetaka yang terjadi di Fell;s Chuch.
Seseorang yang tidak pernah Stefan dan Damon sangka. Sesorang dari masa lalu mereka yang kembali hadir dengan beribu teror. Seseorang yang bangkit dari kematiannya. Tapi Elena, selalu tahu bahwa dia akan muncul. Muncul dengan kemarahan hasrat membunuh yang tinggi.

Diari yang ditulis Bonnie di akhir cerita, menjadi penutup yang mengaharukan. Bonnie yang selalu menyayangi Elena. Bonnie yang menghargai segala keputusan dan pengorbanan yang Elena lakukan.

Cerita yang disuguhkan dalam The Fury ini semakin memikat, dengan kejadian-kejadian yang begitu kompleks dan mengejutkan. L .J. Smith nyaris membuat saya terkena serangan jantung. Tidak seperti di dua buku sebelumnya,unsur horor yang ditampilkan sangat terasa, terlebih menjelang lembar-lembar terakhir. Banyak sekali ketegangan-ketegangan dan perasaan waswas yang ditimbulkan.

Bagi para pencinta vampire, terutama fans berat Damon, buku ini wajib dibaca.

LITTLE MEN


Resensi : Noviane Asmara 
Penulis : Louisa May Alcott 
Penerjemah : Mutia Dharma
Penyunting : Ida Wajdi

ISBN : 978-979-024-463-4
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 453 Halaman
Harga : Rp 49,900
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria

Cetakan: I, Januari 2011


“Apa punggung bungkuk membuat orang menjadi baik hati? Kalau iya, aku mau juga.” Tanya Demi. [hal.28]
Lihatlah, betapa polosnya pertanyaan yang diajukan oleh seorang anak laki-laki yang bangga melihat temannya yang mempunyai hati yang baik, meskipun punggungnya yang bungkuk.

“Tuhan tidak peduli. Jiwaku tetap lurus meskipun punggungku tidak,” isak Dick pada anak yang menjahatinya. [hal.28]
Kata-kata di atas yang dilontarkan spontan oleh seorang bocah delapan tahun sebagai pembelaan atas hinaan terhadap dirinya yang tidak sempurna, langsung menohok hati saya dan membuat saya berkaca-kaca.

Dunia anak-anak adalah dunia yang sangat menyenangkan. Dunia di mana sejuta warna berada di dalamnya. Dunia yang memberikan kesenangan, keceriaan, kehangatan, kejahilan, pengetahuan dan masa bermain yang tak ada habisnya. Dunia ini bisa ditemukan di Sekolah Plumfield.
Plumfield awalnya merupakan sebuah rumah yang indah yang terletak di atas tanah yang luas. Rumah dan tanah itu diwariskan oleh Bibi March kepada Jo March yang sekarang telah menikah dengan Profesor Fritz Bhaer dan mempunyai dua orang anak.
Lewat tangan mereka berdualah sekolah yang diperuntukkan khusus untuk anak laki-laki yang kurang beruntung ini hadir. Dan dikenal dengan nama Sekolah Plumfield.

Kurikulum dan peraturan yang diberlakukan di sekolah ini berbeda dengan di sekolah lainnya. Di Sekolah Plumfield, setiap anak belajar sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing, dengan tidak mengesampingkan hal yang paling utama; yaitu pelajaran budi pekerti. Belajar menjadi baik.

Ibu Bhaer dan Pak Bhaer tidak mengajar anak-anak dengan tangan besi. Mereka berdua mengajar dengan sabar dan penuh kasih kedua buah hatinya, Rob dan Teddy bersama kedua belas anak laki-laki, yaitu; Nat Blake, Franz―keponakan Pak Bhaer yang merupakan murid tertua, Demi Brooke―keponakan Bu Bhaer, Tommy Bangs si pembuat onar, George “Stuffy” Cole, Dick Brown si Punggung bungkuk, Dolly Pettiingill si anak gagap, Jack Ford, seorang anak yang cerdas dan lihai, Ned Barker yang mempunyai julukan “si Slebor” karena kakinya yang panjang dan sikap cerobohnya serta cara bicaranya yang kacau, Billy Ward yang meskipun telah berusia tiga belas tahun tetapi masih terlihat seperti enam tahun, Emil yang dibilang banci dan Dan si anak dingin yang ketus tapi menyayangi bayi.

Kesabaran Bu Bhaer dan Pak Bhaer tidak pernah habis dalam menghadapi polah nakal anak-anak mereka. Alih-alih menghukum mereka dengan pukulan bila melakukan kesalahan, sebaliknya, Pak Bhaer-lah yang dipukul oleh anak yang melakukan kesalahan. Hal ini justru membuat anak yang berbuat kesalahan menyesali perbuatannya dua kali lipat. Karena kesalahan merekalah Pak Bhaer harus dipukul oleh tangan mereka sendiri.
Itulah salah satu bentuk hukuman yang Pak Bhaer terapkan di Sekolah Plumfield itu untuk membuat anak-anak agar dapat berbuat baik. Selain itu kebebasan juga diberikan oleh Bu Bhaer pada anak-anak, yang memperbolehkan mereka melakukan perang bantal setiap Sabtu malam, mempunyai kebun sendiri dan boleh memelihara hewan peliharaan.

Sekolah Plumfield yang ditujukan anak laki-laki pun disemarakkan oleh adanya Daisy Brook, saudara kembaran Demi Brook, keponakan Bu Bhaer tercinta.
Daisy selalu bersikap menawan dan memesona, dengan semua sifat kewanitaan yang tumbuh dalam dirinya.
Seiring berjalannya waktu, akhirnya Daisy pun tidak sendirian sebagai murid perempuan sampai hadirnya Annie Harding di sekolah tersebut. Nan, begitu anak-anak memanggilnya, merupakan anak perempuan yang bandel tetapi berotak encer.

Walaupun Bu Bhaer dan Pak Bhaer mengajar dan mengasuh anak-anak di sekolahnya dengan kesabaran yang tinggi dan rasa sayang yang tulus, tidak menjadikan Pak Bhaer lemah dan terus memaklumi setiap kenakalan dan kejahatan kecil yang dibuat oleh anak didiknya.
Pernah satu waktu Pak Bhaer harus bertindak tegas, dengan mengirimkan Dan seorang anak yang baru beberapa waktu tiba di Sekolah Plumfield dan merupakan teman Nat Blake ke Desa Pak Page. Desa. Keberadaan Dan di Plumfield hampir membahayakan jiwa-jiwa yang tinggal di sana, dengan timbulnya kebakaran.
Kenakalan Dan yang melibatkan Nat dan Tommy untuk merokok dan meminum bir serta bersumpah serapah dengan kata-kata kotor, berujung dengan sebuah kebakaran yang mengakibatkan separuh Plumfield terbakar juga Tommy dan Nat yang mengalami luka baker serius di tubuhnya.

Membaca buku ini sejak halaman awal, langsung membuat mata saya berkaca-kaca. Alcott pandai sekali dalam mendeskripsikan kesedihan dan keadaan yang anak-anak lekaki yang kurang beruntung itu dengan kata-kata yang begitu menyentuh. Kadang membuat saya tertawa kecil ketika membaca celotehan-celotehan dan pertanyaan-pertanyaan polos yang dilontarkan oleh anak-anak. Dan tawa lepas pun keluar dari mulut saya tatkala membaca bagian tentang kenakalan-kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak lelaki itu, karena beberapa kenakalan yang mereka buat ada yang mirip dengan kenakalan yang saya buat ketika kecil dulu.

Little Men yang merupakan buku ketiga dari seri Little Women ini, wajib dibaca untuk para pecinta cerita klasik, terutama klasik anak.
Lewat kisah ini yang diperankan oleh Josephine March si Bu Bhaer dan suaminya, Alcott ingin menyampaikan pesan bahwa anak-anak adalah anugerah Tuhan yang dengan berjuta kenakalan―sifat alami mereka sebagai anak-anak, bisa dididik menjadi anak yang berbudi baik, disiplin, bertanggung jawab dan mempunyai rasa sayang yang besar terhadap sesamanya. Didikan yang lembut dan penuh kekeluargaanlah yang dibutuhkan oleh anak-anak. Bukan didikan kaku atau tangan besi yang melibatkan hukuman fisik yang akan berhasil baik alih-alih melahirkan dendam. Alcott juga menyampaikan indahnya ikatan yang terjalin dalam keluarga March. Walaupun masing-masing gadis March telah menikah dan mempunyai kesibukan masing-masing, tetapi mereka bersama keluarga kecilnya selalu terhubung satu dengan yang lainnya dalam berbagai kondisi. Mereka saling mendukung dan memuja. Dan akhirnya mereka jugalah yang menjadi panutan murid-murid Plumfield. Bukan saja terhadap ketiga mantan gadis March, tetapi juga terhadap ketiga suami para mantan gadis March itu.
Lihat saja komentar kekaguman salah satu murid Plumfield terhadap para pria perebut hati gadis-gadis March.
“Paman Fritz memang paling bijaksana, dan Paman Laurie paling menyenangkan, tapi Paman Jhon-lah yang ternbaik, dan aku inmgin jadi seperti dia daripada jadi pria lain yang pernah kutemui.” [hal.392]

Bila ingin belajar menangani anak yang nakal dan jahil, bisa mengikuti cara Pak Bhaer dan Bu Bhaer seperti yang tertulis di kisah Little Men ini. Mari belajar dan berguru pada pasangan Bhaer ini ^ _ ^

A TOUCH OF DEAD: Sookie Stackhouse Stories

Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Charlaine HarrisPenerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : Musa Annaqi

ISBN : 978-602-98377-2-8
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 171 Halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Kantera

Cetakan: I, Januari 2011


A Touch of Dead : Sookie Stackhouse Stories, merupakan kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Charllaine Harris dengan mengambil tokoh utama Sookie Stackhouse.
Cerita pendek yang beliau tulis ini adalah cerita yang masih berkaitan dengan cerita dalam The Sookie Stackhouse Novels dan belum pernah diceritakan sebelumnya.
Kehidupan dan sejarah Sookie sangat rumit, sehingga Charlaine Harris sendiri tidak yakin apakah ia akan sanggup menciptakan potongan cerita pendek koheren yang sesuai dengan si tokoh, karena ia harus menyesuaikan kisah-kisah ke dalam sejarah Sookie yang lebih luas tanpa meninggalkan sambungan.

Ada lima cerita pendek yang disajikan dalam A Touch of Dead ini; Debu Peri, Malam Dracula, Jawaban Satu Kata, Beruntung dan Bungkus Kado. Kelima cerita itu menggambarkan sisi lain dari seorang Sookie Stackhouse. Sisi yang belum pernah diketahui para pembaca Sookie Stackhouse Novels.

Dari kelima cerita pendek  seru yang tertuang, Debu Peri adalah cerita yang sangat menarik menurut saya.
Dalam cerita itu, Sookie diminta membantu untuk memecahkan misteri pembunuhan peri, Claudettte, oleh saudara kembarnya; Claudine dan Claude..
Pemaparan dari cara kerja Sookie sebagai “Detektif” sungguh unik. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan Sookie terhadap para calon tersangkapun sangat “detektif” sekali, seolah-olah Sookie adalah Detektif Profesional alih-laih pelayan bar. Sookie menggunakan kelebihannya yang dapat membaca pikiran orang untuk memuluskan tugasnya sebagai penyelidik.
Akhirnya penyebab kematian Claudette pun tersingkap. Claudette mati dengan cara memudar―cara kaum peri mati dengan meninggalkan benda berkilau; Debu peri, hanya gara-gara lemon. Karena ternyata kaum peri alergi terhadap lemon dan jeruk nipis.

Cerita selanjutnya yang menjadi favorit saya adalah Bungkus Kado. Cerita ini sungguh lucu. Lucu bukan dalam pengertian kisahnya adalah sebuah cerita komedi. Tapi lebih kepada kejutan yang ditampilkan hampir di ujung cerita.
Dalam cerita ini, Sookie mendapatkan sebuah Kado Natal dari kakek buyutnya. Kado yang sangat unik dan rumit. Bahkan cara Sookie mendapatkannyapun butuh perjuangan. Kado yang menjadikan perayaan Natal Sookie kali ini sangathidup dan berwarna. Walaupun sebenarnya Sookie tidak mengetahui bahwa kebahagian, kenikmatan dan ketegangan yang ia dapatkan di malam Natal itu merupakan rangkaian Kado yang diberikan sang kakek buyut untuk cucunya tercinta ini.
Semua orang yang membaca cerpen Bungkus Kado inipun, saya jamin pasti tergelak, ketika mengetahui Kado yang dikirimkan oleh si kakek buyut itu.
Andaikan saya mendapatkan Kado Valentine nanti yang serupa dengan Kado Natal yang Sookie dapatkan… saya tidak tahu apa yang harus saya perbuat, walaupun jujur saya pasti akan merasa senang juga seperti halnya Sookie.

Charlaine Harris, dikenal sebagai penulis fantasi dan misteri. New York Times menobatkannya sebagai Best Selling Author untuk karyanya, serial novel Sookie Stackhouse. Dia tinggal bersama keluarganya di sebuah kota kecil di Arkansas Selatan, Amerika Serikat. Untuk mengetahui lebih lanjut karya-karya Harris yang lain, silahkan mengunjungi www.charlaineharris.com.

SHAKESPEARE’S LANDLORD

Resensi : Noviane Asmara
Penulis : Charlaine Harris
Penerjemah : Harisa Permatasari
Penyunting : Musa Annaqi
ISBN : 978-979-1924-09-2
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 289 Halaman
Cover : Soft Cover
Penerbit : Kantera
Cetakan I : Desember 2010


Para penggemar cerita bergenre misteri, thriller atau suspense romance pasti sudah tidak asing dengan nama-nama penulis seperti Beverly Barton, Lisa Jackson, Karen Rose, Chelsea Chain. Mereka adalah penulis wanita yang banyak menghasilkan buku-buku bergenre misteri dengan cerita-cerita yang memikat. Dan saya menyukai karya-karya mereka yang hebat. Selain penggemar genre fiksi fantasi, saya adalah pembaca setia genre misteri dan suspense. Selain penulis-penulis wanita, saya pun sangat kagum terhadap karya-karya Stieg Larsson, Alan Folson.
Sekarang penulis wanita dengan tema misteri favorit saya bertambah lagi, dengan munculnya Seri “The Lily Bard Mystery” besutan Charlaine Harris.
Saya tidak menyangka ternyata selain pintar membuat cerita vampir yang fenomenal lewat “The Sookie Stackhouse Novels”, Harris juga sangat lihai dalam merangkai cerita misteri. Terbukti dengan buku pertama dari seri The Lily Bard Mystery : Shaskespeare’s Lanlord. Bintang tiga setengah layak untuk cerita yang tersaji menawan dan penuh misteri ini. Tidak hanya ceritanya yang sangat menjerat hati, tetepi kovernya juga. Lihatlah betapa simbol-simbol misteri dan gambar-gambar yang mewakili isi cerita terpampang menarik dalam setiap kotaknya.

Selamat datang di kota kecil Shakespeare, Arkansas....
Kota yang terjaga lebih awal dan tertidur lebih cepat.
Lily Bard, wanita tukang bersih-bersih yang sudah empat tahun menjadi warga Shaskespere. Ia tinggal di apartemen yang ia beli dari Pardon Albee. Apartemen Shakespere Garden, begitu sang pemilik menamainya, karena bagian depannya menghadap ke arah arboretrum.
Kegiatan harian Lily adalah seputar bersih-bersih. Warga Shakespeare menyewa jasanya untuk sekedar membersihkan rumah atau kantor mereka. Kebanyakan klien Lily adalah penghuni apartemen yang menyewa bulanan pada pardon Albee. Beberapa diantaranya adalah Mrs. Hofstettler, Pasangan keluarga York: Alvah dan TL, Norvel Whitbread yang bekerja di Gereja Shakespeare, Marcus Jeferson, Deedra Deane, Pasangan O’Hagen; Tom dan Jenny.

Kehidupan di apartemen yang selama ini tenang dan nyaman, tiba-tiba berubah menjadi menegangkan ketika sang pemilik apartemen, pardon Albee ditemukan di dalam kantong plastik dalam keadaan tewas. Sejak saat itulah kota Shakespeare menjadi tidak tenang, terlebih lagi untul Lily.
Lily yang diam-diam menyebut dirinya sebagai Jasa Kebersihan Shakespeare, tiba-tiba menjadi tersangka atas tewasnya Pardon Albee. Beberapa bukti mengarah padanya. Ia bolak-balik dimintai keterangan oleh Claude Friedrich, kepala polisi Shakespeare. Saat itulah dia bertekad untuk menemukan sang pembunuh Albee, karena ia merasa ada beberapa kejadian yang ganjil dan beberapa hal yang tidak pada tempatnya yang ia temukan pada diri penghuni apartemen.
Lily sudah hapal akan kebiasaan para pemakai jasanya. Kapan mereka pergi, kapan mereka datang, apa yang biasa mereka lakukan, apa kesukaan dan ketidaksukaan mereka dan hal-hal pribadi yang bisa Lily tebak hanya dari jejak dan kebiasaan kliennya itu.

Di tengah penyelidikan yang Lily lakukan, ia dihadapkan pada teror yang terus-terusan ia terima. Borgol dan pistol yang dibungkus kain putih, Boneka Ken yang berdarah dengan satu matanya yang cacat, penyerangan yang terjadi di halaman apartemennya dan lain-lain Teror yang kesemuanya mengarah pada masa lalunya.. Masa lalu yang Lily simpan rapat-rapat dan tidak satupun warga Shakespere mengetahuinya, sampai saat laporan tentang masa lalunya tersebar ke seluruh kota Shakesperae akibat kecerobohan Claude Friedrich yang sedang menyelidiki Lily Bard dan penasaran terhadap masa lalu Lily dan keberadaannya di Shakespeare.

Akhirnya bersama-sama mereka berdua berusaha memecahkan misteri pembunuh Albee yang sebenarnyaMereka mengumpulkan bukti dan alibi para tersangka yang mereka yakini terlibat. Dan berkat kecerdasan Lily dan ketajaman instingnya, Lily berhasil menemukan tersangka sebenarnya, hanya karena Lily menemukan hal yang berbeda di rumah kliennya itu saat ia bersih-bersih. Begitupun dengan Friedrich yang sudah mencurigai orang itu sebagai pelakunya, dengan melindungi Lily ketika si pembunuh mencoba menyakiti Lily. Bukti-bukti mengarah pada orang yang tidak pernah diduga sanggup melakukan tindakan keji itu. Orang yang selama ini menpunyai kehidupan normal dan lurus. Tapi begitulah misteri kehidupan.

Banyak hal menarik yang terjadi saat Lily memecahkan kasus ini. Keterlibatan percintaan Lily dengan seorang Marshall Sedaka yang sedang dalam masa perceraianpun kian turut melengkapi kisah misteri ini.Tapi hal yang paling menarik dari cerita ini menurut saya adalah masa lalu dari seorang Lily Bard. Masa lalu yang sangat kelam. Masa lalu yang tidak akan pernah bisa terhapus selamanya dari ingatan Lily begitupun dengan ingatan saya. Masa lalu yang bisa membuat semua oarang ngeri sekaligus iba terhadap Lily. Masa lalu yang akn terus menghantui dan menjadi sebuah catatan berdarah di hati Lily.
Masa lalu Lily yang membuat saya menangis saat mengetahuinya dan ingin membalas terhadap si pelaku perusak masa depan Lily tersebut.
Charlaine Harris berhasil membuat emosi saya naik turun ketika membacanya. Itulah yang saya suka dari sebuah cerita misteri. Penuh dengan trik dan intrik juga ketegangan yang dirasakan.

Seri The Lily Bard Mystery ini terdiri dari lima buku, yaitu:
Shakespeare’s Landlord
Shakespeare’s Champion
Shakespeare’s Christmas
Shakespeare’s Trollop
Shakespeare’s Counselor

Semoga jarak terbit tiap bukunya tidak terlalu lama, sehingga rasa penasaran saya akan pelaku tak berperikemanusiaan yang berada di masa lalu Lily, segera terjawab.

April 11, 2011

GADIS KOREK API : Kumpulan Dongeng Memukau H.C. Andersen


Detail Buku:
Judul : GADIS KOREK API
Penulis : H. C. Andersen
Penerjemah: Ambhita Dhyaningrum
Penyunting: Jia Effendie
Pewajah Isi: Hadi Mafhudin
ISBN : 978-979-024-462-7
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 267 Halaman
Harga : Rp 35.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Maret 2011


Gadis kecil itu membawa banyak korek api di dalam celemek lusuhnya dan menggenggam sekotak di tangannya. Tidak seorang pun membeli korek apinya hari itu, tidak ada yang memberikan sekeping uang padanya. Gadis kecil malang itu kelaparan dan menggigil kedinginan.
Gadis kecil itu menemukan sebuah sudut antara dua rumah yang berdekatan. Di sana dia duduk meringkuk, menyembunyikan kakinya di bawah tubuhnya karena udara menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Dia tidak berani pulang karena belum satu pun koreknya yang terjual dan dia belum berhasil mendapat uang sepeser pun. Ayahnya akan memukulnya jika mengetahuinya.

Gadis kecil itu mengeluarkan sebatang korek api dan menggoreskannya di dinding untuk menghangatkan jemarinya.
Cres!
Alangkah indah percikannya! Alangkah indah nyala apinya!
Tiba-tiba ia duduk di depan tungku besar dengan penyangga kuningan yang mengilap. Api cantik menyala-nyala itu terasa menghangatkan tubuhnya.
Api itu padam. Dan tungku pun lenyap.

Cres!
Gadis itu menyalakan korek apinya untuk yang kedua kali.
Tiba-tiba ia berada dalam ruangan dengan sebuah meja yang dilapisi kain seputih salju serta perkakas keramik cantik. Angsa panggang lengkap dengan hiasan apel serta manisan buah plumnya, tampak mengepul.
Lalu, korek apinya padam. Menyisaka tembok hitam yang tebal.

Itulah sepenggal cerita tentang Gadis Korek Api. Cerita yang teramat singkat dan berakhir dengan kesedihan.
Cerita yang sangat menyentuh hati tentang perjuangan seorang gadis kecil penjual korek api di tengah musim dingin di penghujung tahun. Ia terus berusaha menjualnya kepada setiap orang, dengan bertelanjang kaki, melawan hawa dingin dan rasa lapar demi mendapatkan sekeping uang.
Tapi pengorbanannya, berakhir dengan duka. Malam tahun baru yang harusnya dia nikmati dengan sejumput kehangatan dan kasih sayang sebuah keluarga, dia malah berkubang dengan segala derita dan nestapa dalam balutan rasa dingin yang menggigit dan lapar yang menyergap.

Buku Gadis Korek Api ini, berhiaskan sepuluh dongeng yang menawan buah pena Hans Christian Andersen.
Dongeng-dongeng yang tersaji di dalamnya adalah dongeng yang klasik, dongeng yang telah kita dengar dan baca berulang-ulang sejak kita kecil.
Bahkan beberapa dongengnya sudah pernah difilmkan dengan beragan versi. Walau begitu, membaca dongeng racikan H.C. Andersen ini, pastinya tidak akan membuat kita bosan. Karena dongeng ini begitu indah dan hidup.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan oleh H.C. Andersen di setiap cerita dongengnya, begitu cepat melekat di hati dan pikiran kita. Dan dongeng-dongeng itu akan tetap abadi dan akan selalu dikenang sampai kapan pun.

Buku setebal 267 halaman ini, memuat sepuluh judul dongeng dengan kisah-kisah menawan dan memesona yang bervariasi. Kisah yang langsung melepaskan semua imajinasi kita melanglang buana kea lam khayal yang memukau.
Sebagai pembuka, kita akan disuguhi dengan cerita yang tidak asing lagi untuk kita. Kisah Cinta Putri Duyung Kecil. Dongeng yang mengisahkan tentang seorang Putri Duyung Kecil yang pada usianya kelima belas, bisa menyaksikan kehidupan di atas permukaan laut. Tapi tidak seperti kelima kakak-kakak perempuannya, Putri Duyung Kecil ini tergoda untuk menjadi manusia. Dengan bantuan seorang penyihir, akhirnya dia pun mempunyai sepasang kaki yang harus dia tebus dengan suara indahnya dan derita sepanjang dia menjadi manusia.
Duyung Kecil rela mengobankan semuanya demi menemui pangeran manusia yang tampan yang pernah dia selamatkan dari amuk badai di tengah lautan. Tapi sayang, cintanya tak tersampaikan. Dia pun harus merelakan dirinya menjadi buih akibat cinta yang tak terbalaskan.
Kemudia ada dongeng Angsa-Angsa Liar yang menawan, dongeng Sang Putri Sejati yang mengejutkan.
Dongeng Thumbelina si peri bunga yang cantik dan mungil, lalu dongeng Burung Bulbul yang cerdas, juga kisah Gadis Korek Api yang menjadi judul buku ini.
Ada pula dongeng Ratu Salju: Dongeng dalam tujuh kisah. Dongeng yang kisahnya diceritakan dalam tujuh cerita yang saling terkait indah.
Dongeng yang menggelikan dan membuat kita tertawa pun ada, yaitu kisah Baju Baru Kaisar. Kisah yang sungguh sarat dengan makna. Penuh dengan sindiran dan kebohongan yang akhirnya harus terboongkar dengan cara yang sangat memalukan.
Dongeng tentang Kisah Rembulan pun begitu memukau dan ini menjadi dongeng favorit saya. Dongeng di mana sang Rembulan menceritakan perjalanannya setiap malam, dari negeri satu ke negeri lainnya dengan kejadian dan karakter yang berbeda-beda di setiap malamnya.
Dan sebagai penutup, dongeng Anak Itik Buruk Rupa pun disajikan di akhir buku ini.
Kesepuluh dongeng di atas, banyak mengusung pesan moral dan sarat dengan nasihat.
1.      Kita tidak boleh menyerah dengan keadaan seburuk apa pun itu.
2.      Kita harus memikirkan masak-masak setiap tindakan dan keputusan yang akan kita ambil agar tidak merugikan diri kita dan orang lain. Dan agar keputusan itu tidak akan membuat kita menyesal selamanya.
3.      Jangan mudah percaya pada orang lain hanya karena kita menginginkannya.
4.      Selalu bersikap waspada dan hati-hati terhadap segala hal
5.      Jangan menyesali diri akan segala kekurangan yang ada pada diri kita, tapi jadikan kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan yang bisa kita banggakan.
6.      Rasa persahabatan dan persaudaraan jangan sampai terpecah dan retak, hanya karena mengikuti pengaruh buruk. Karena rasa sayang yang terpatri kuat, akan selalu menjaga persahabatan selamanya.

Andersen lahir di kawasan kumuh kota Odense, Denmarrk bagian selatan, pada 2 April 1805. Ayahnya, Hans Andersen adalah seorang pembuat sepatu yang miskin dan buta huruf yang merasa dirinya masih keturunan bangsawan. Sedangkan ibunya Anne Marie Andersdatter, bekerja sebagai buruh cuci.
Walau besar dalam lingkungan yang miskin, sejak kecil Hans Christian Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng. Ia juga akrab dengan pertunjukkan sandiwara. Kendati tak mengenal bangku sekolah dan percaya takhayul, sang ibunya yang membuat H.C Andersen berkenalan dengan certa-cerita Rakyat.
Di kemudian hari, H.C. Andersen sempat melukiskan sosok sang Ibu dalam berbagai novelnya, misalnya dari cerita yang berjudul Hun Duede Ikke. Sayang Ibunya belakangan terjebak menjadi seorang pemabuk berat sebelum wafat pada 1833 di sebuah panti jompo.
Ayahnya seorang pencinta sastra. Lelaki itu kerap mengajak Hans menonton pertunjukkan sandiwara. Dalam otobiografinya, The True Story of My Life yang terbit pada tahun 1846, H.C. Andersen menulis, "Ayah memuaskan semua dahagaku. Ia seolah hidup hanya untukku. Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng. hanya pada saat-saat seperti inilah aku melihat dia begitu riang, karena sesungguhnya ia tak pernah bahagia dalam kehidupannya sebagai seorang pengrajin sepatu". Pada tahun 1816 ayah H.C Andersen meninggal.
Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuah H.C. Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya William Shakespeare. ( Sumber Wikipedia)


Resensi ini dapat ditemukan di www.buntelankata.blogspot.com

April 04, 2011

THE IRON FEY #1 : The Iron King

Resensi oleh Noviane Asmara
Penulis: Julie Kagawa
Penerjemah : Angelic Zaizai
Korektor : Ine Noviane Asmara
ISBN : 978-602-96987-3-7
Tebal : 462 halaman
Harga : Rp 64.000
Cover: Soft Cover
Penerbit : Kubika
Cetakan : I, November 2010

Yesterday is history, tomorrow is a mystery, but today is a gift. That’s why it is called the Present.
- quote dari Kungfu Panda Movie -

Kalimat bijak di atas sering kita dengar. Dan memang seperti itulah kebenarannya. Kita tidak pernah tahu seperti apa masa depan kita, karena itu sebuah misteri. Kita pun tidak boleh menyesali apa yang telah lalu, biarkan itu berlalu dan menjadi sejarah untuk kita cermati dan pelajari. Tapi kita harus bersyukur atas apa yang kita terima dan terjadi hari ini terhadap kita, karena itu adalah berkah.

Lalu, ada apa dengan masa lalu seorang Meghan?

MEGHAN Chase. Seorang gadis berusia enam belas tahun. Tepatnya akan segera berulang tahun ke enam belas. Di hari ulang tahunnya itulah semuanya berubah. Ia tidak pernah membayangkan bahwa masa lalunya itu akan menyingkap semua misteri tentang keluarganya. Dirinya―tepatnya.
Penculikan Ethan, adik tirinya, membawa ia menjelajahi negeri Nevernever. Ditemani oleh sahabat karibnya, Robbie, yang juga tidak pernah Meghan kenali secara baik, ia berkelana menembus dunia Faeryland. Dalam perjalanannya untuk menemukan Ethan, ia dihadapkan pada kenyataan yang tidak pernah ia sangka dalam hidupnya. Ia tidak pernah tahu bahwa hal-hal “aneh” yang kerap menimpa dirinya ternyata berhubungan dengan semua masa lalunya, tepatnya masa lalu sang Ibu.

Di tengah pencarian adiknya, Meghan bertemu dengan beberapa tokoh-tokoh yang selama ini ia yakini hanya ada dalam cerita  A Midsummer Night’s Dream. Kisah  yang hanya pernah ia dengar dan tidak pernah ia menduga kalau ternyata tokoh-tokoh itu nyata. Meghan pun sempat terpesona dengan salah satu sosok tampan tapi dingin dan misterius―Pengeran Ash.

Usaha pencarian adiknya yang ia rasakan hanya beberapa hari saja di Nevernever, ternyata memakan waktu lebih dari tiga bulan untuk hitungan waktu bumi, tempat Ibu dan juga Luke, ayah tirinya beserta polisi, detektif dan seluruh warga kota mencari dirinya yang tiba-tiba menghilang.

Aku tak bisa pergi sekarang, . Aku baru saja pulang! Aku ingin menjadi normal; aku ingin pergi ke sekolah, belajar menyetir dan pergi ke pesta prom tahun depan. Aku ingin melupakan kalau faery itu ada.

Ada konsekuensi besar yang harus Meghan terima bila ia menginginkan Ethan kembali. Meghan harus bersedia menukar kehidupannya. Menukar kehidupan lamanya dengan kehidupan baru dan menjadi “baru”.

Akankah Meghan rela melakukannya?

Buku Iron King yang merupakan Trilogi dari The Iron Fey ini, menyuguhkan fiksi fantasi tentang faery yang begitu kompleks. Bukan hanya jalan ceritanya yang kompleks, tapi juga para makhluk yang berada di dalamnya. Kita tidak hanya akan tahu tentang faery saja, tapi kita akan diajak mendalami dunia lain dari faery. Di mana masih terdapat banyak makhluk lainnya yang mempunyai keanekaragaman bentuk, sifat dan kebiasaan. Kagawa berhasil membuat saya berdecak kagum.

Pesan Moral yang ingin Kagawa sampaikan lewat cerita ini pun terbaca dengan jelas. Rasa memiliki diantara sebuah keluarga adalah segalanya. Apapun akan dilakukan oleh orangtua untuk membela anaknya dan sebaliknya, walaupun dengan cara yang salah, misalnya dengan membuat cerita bohong akan masa lalu. Dan juga apapun akan dilakukan oleh seorang kakak untuk membela adiknya.

Julie Kagawa lahir di Sacramento, California. .Saat berusia sembilan tahun ia dan keluarganya pindah ke Hawaii. Dan ia menghabiskan banyak waktunya di laut.
Ia pernah membaca novel yang ia sembunyikan di dalam buku pelajaran matematikanya saat kelas sedang berlansung. Tidak hanya kecintaan akan membaca novel saja, ia pun suka menulis.
Julie pernah bekerja di beberapa toko buku selama bertahun-tahun untuk membiayai hidupnya. Ia juga pernah bekerja sebagai dogtrainer  professional selama beberapa tahun. Ketika buku pertamanya laku terjual, ia berhenti bekerja sebagai Dogtrainer dan memutuskan untuk menulis full time.
Julie sekarang tinggal di Louisville, Kentucky bersama suami dan dua ekor kucing peliharaannya yang
menjengkelkan.