Juli 05, 2011

THE GIRL WHO COULD FLY


 Resensi oleh Noviane Asmara

Detail Buku:
THE GIRL WHO COULD FLY
Penulis : Victoria Forester
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wajdi
Pewajah Isi : Husni Kamal
ISBN : 978-979-024-480-1
Ukuran : 13 x 20,5 cm
Tebal : 386 Halaman
Harga : Rp 50.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan: I, Mei 2011


Tubuhku seringan awan, sebebas burung
Aku adalah bagian dari angkasa dan aku mampu terbang

Kata-kata itulah yang selalu Piper serukan di dalam hatinya, tatkala dia rindu untuk terbang.

Betty McCloud tidak pernah menyangka, bahwa anak yang kelak dilahirkannya akan memiliki kemampuan terbang. Dan menjadi anak yang “berbeda” dari umumnya.
Selama dua puluh lima tahun usia pernikahan, Betty dan Joe McCloud belum dikarunia anak. Sampai pada suatu hari Betty dinyatakan mengandung yang kemudian melahirkan seorang bayi perempuan dan diberi nama Piper McCloud.

Piper bukanlah bayi sembarangan. Semasa bayi, saat bayi-bayi seusianya terguling atau terjatuh karena kelalaian orang tuanya saat akan mengganti popok mereka, hal ini tidak terjadi pada Piper. Alih-alih jatuh ke lantai dan menjerit-jerit heboh, Piper ditemukan anteng mengapung di udara di samping meja.

Karena kemampuan terbangnya inilah, Piper tidak diperkenankan sekolah oleh kedua orangtuanya. Di samping itu, Piper pun susah bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya dan menjadi sosok anak yang “aneh” di tengah-tengah warga Lowland County.

Akibat rasa usil dan ketajaman mulut Millie Mae―seorang tukang gosip, Piper dikabarkan mengalami ganguan di kepalanya―ada sesuatu yang salah dengan kepalanya. Hal itulah yang menjadikan Piper dipandang sebelah mata, tidak diinginkan dan menjadi bulan-bulanan anak-anak Lowland County.

Larangan orangtuanya untuk tidak memamerkan kemampuan terbang di hadapan umum, akhirnya dilanggar oleh Piper, ketika dia ikut dalam permainan bola.
Secara spontan, Piper mengejar bola dan menangkap bola yang melambung ke angkasa. Saat itulah semua penduduk Lowland County menyadari, bahwa Piper bisa terbang.
Kenyataan ini, tidak serta merta membuat Piper diterima dan disanjung oleh warga, akan tetapi malah membuat teman-teman Piper ketakutan dan para orangtua semakin menmjauhkan anak-anak mereka dari Piper. Piper ibarat virus kolera yang wajib dihindari dan ditinggalkan sejauh-jauhnya.

Saat terpuruk itulah, akhirnya Piper didatangi oleh sekelompok orang yang kemudian diketahui berasal dari I.N.S.A.N.E―sebuah sekolah super rahasia untuk anak-anak yang memiliki kemampuan luar biasa yang dipimpin oleh Dr. Letitia Hellion.
Di tempat baru itulah,Piper menemukan sebelas anak yang usianya lima hingga empat belas tahun. Dan mereka mempunyai keahlian masing-masing. Mereka setiap harinya mempunyai rutinitas yang sama. Belajar bersama di kelas di bawah asuhan Profesor Mumbleby. Saat di luar kelas, mereka diawasi oleh Perawat Tholle.

                                                                     (kover asli)
Anak-anak luar biasa itu adalah; Si Kembar Mustafa yang mempunyai kemampuan mengendalikan cuaca, Violet yang bisa menciutkan tubuhnya, Smitty dan Lily yang memiliki energi telekinetis, Conrad dengan otak lima belas kali lebih jenius dibanding Albert Einstein, Bella, Myrtle, Jasper, Daisy dengan keahlian masing-masing lainnya.

Conrad dan Piper menemukan kejanggalan dari cara mereka diajar dan dilatih. Piper yang suka terbang, malah diminta untuk tidak terbang. Begitu pun dengan murid-murid lainnya dengan keahlian mereka.
Akhirnya bersama-sama mereka bahu-membahu berkonspirasi dan membuat rencana untuk kabur dari I.N.S.A.N.E yang alih-alih membantu kehidupan mereka dengan mengembangkan kemampuannya, malah menjadikan mereka berpikir lambat dan melupakan keistimewaan yang mereka punya.
Dengan dipimpin oleh otak jeniusnya Conrad dan takad gigih serta sikap pantang menyerah dari Piper, kelompok anak-anak “luar biasa” itu menyerang balik terhadap orang yang telah merekrut mereka.

Di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Kata-kata Betty McCloud itulah yang membuat Piper bersemangat dan peduli pada teman-temannya.


Yang seru dan menarik dari buku dengan tatanan kover fantastis yang menampilkan ilustrasi Piper si Penerbang dan Dr. Hellion yang memegangi kakinya, sungguh pas dengan isi cerita yang dipaparkan adalah, saat anak-anak luar biasa itu menyusun dan kemudian menjalankan rencananya. Untuk usia mereka, rencana yang dijalankan terbilang fantastis. Terlebih mereka didukung oleh kemampuan yang masing-masing mereka miliki. Semakin seru petualangan melarikan diri dari tempat yang berada lebih dari satu kilometer dari permukaan bumi.
Sifat baik, ramah dan keibuan dari sosok Dr. Letitia Hellion pun, sempat menjadi panutan para siswa di I.N.S.A.N.E itu. Walaupun ternyata itu adalah topeng sempurna yang dipakai oleh Dr. Hellion. Dan ternyata, masa lalu Dr. Hellion pun tak kalah menariknya. Juga kita akan terkejut kala mendapatkan kenyataan bahwa si Dr. Hellion ini adalah ...
Penasaran kan? Sebaiknya segera membacanya saja.

Banyak pesan moral yang bisa diambil dari kisah ini.
·         Menjadi berbeda atau “aneh” bukanlah sesuatu yang buruk atau harus menjadi malu karenanya.
·         Bila ada kemauan atau tekad yang keras, niscaya akan ada jalan terbuka untuk mewujudkannya.
·         Selalu sabar dan pasrah terhadap Tuhan, atas sesuatu yang menimpamu atau sesuatu yang belum kamu dapatkan.
·         Bekerja sama dan saling percaya lebih baik daripada bekerja sendiri dan iri terhadap orang lain.

Beberapa typo yang ditemukan di dalam penulisan buku ini, tidaklah mengurangi keasyikan kita saat membacanya. Tapi hal ini mungkin dapat diperbaiki pada saat cetak ulang berikutnya.
Hal. 66 tertulis semenatara (seharusnya sementara)
Hal. 78 tertulis maksdumu (seharusnya maksudmu)
Hal. 89 tertulis dia (seharusnya diam à bila merujuk pada konteks kalimat)
Hal. 98 tertulis mlihat (seharusnya melihat)
Hal. 200 tertulis Paper (seharusnya Piper à nama tokoh)
Hal. 288 tertulis maupum (seharusnya maupun)
Hal. 318 tertulis memerhatikan (seharusnya memperhatikan)


Victoria Forester dibesarkan di sebuah peternakan terpencil di Ontario, Kanada. Setelah lulus dari Universitas Toronto, gairahnya untuk bercerita membimbingnya untuk menulis dan mengarahkan sebuah film pendek untuk CBC. Dia seorang penulis skenario yang sukses. Awalnya The Girl Who Could Fly adalah sebuah skenario film. Dan karena dia menyukai ceritanya, maka dia memutuskan untuk memperluas cerita ini ke dalam bentuk buku.
Buku The Girl Who Could Fly ini merupakan buku pertamanya.
Saat ini dia tinggal di Los Angeles bersama suami, putri dan Rufus―kucing Ridiculously oranye, kesayangannya.

THE DAY OF THE JACKAL: Aksi Maut Sang Pembunuh Bayaran


Resensi oleh Noviane Asmara
AKSI MAUT SANG PEMBUNUH BAYARAN
Detail Buku:
THE DAY OF THE JACKAL
Penulis : Frederick Forsyth
Penerjemah: Ranina B. Kunto
Penyunting: Adi Toha
Pewajah Isi : Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-356-9
Tebal : 609 Halaman
Harga : Rp 69.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Serambi
Cetakan: I, Juni 2011



Bersetting Prancis pada tahun 60-an, novel ini mengisahkan tentang upaya pembunuhan terhadap Presiden Prancis kala itu, Jendral Charles de Gaulle.
Percobaan pembunuhan ini telah enam kali dilakukan. Dan sebanyak enam kali pulalah kegagalan harus ditelan pahit oleh para petinggi OAS (Organisation L’Armée Sacrète).

Matinya Letnan Kolonel Jean-Marie Basytien-Thiry, pemimpin sebuah geng pembunuh dari OAS yang dihukum tembak mati pada 11 Maret 1963, tidak serta-merta mengakhiri upaya-upaya lebih lanjut untuk mencabut nyawa sang Presiden. Namun, takdir berkata lain. Hal itu justru menjadi permulaan.

Buku yang terbagi ke dalam tiga bagian ini, yakni; Anatomi Sebuah Perencanaan, Anatomi Perburuan Manusia dan Anatomi Pembunuhan, sangat kental dengan intrik politik.
Ketidakpuasaan beberapa golongan terhadap kebijakan Presiden de Gaulle, mendorong mereka melakukan aksi yang tidak hanya menggulingkan pemerintahan de Gaulle, bahkan dengan membunuh langsung Presiden tersebut.

Adalah Marc Rodin seorang komandan di Indo-China yang akhirnya dikirim ke Aljazair. Awalnya menganggap de Gaulle bak Zeus turun ke Gunung Olympus, saat de Gaulle mengunjungi Aljazair. Rodin yakin, kebijakan baru de Gaulle akan segera diberlakukan. Para komunis akan disapu dari jabatan mereka, para pengkhianat akan ditembak mati, serikat dagang akan ditundukkan dan dukungan sepenuh hati terhadap Prancis atas teman-teman dan saudara-saudaranya di Aljazaoir dan atas pasukannya yang melindungi perbatasan wilayah kekuasaan Prancis itu, akan segera tiba.
Tapi ternyata, de Gaulle mengambil langkah-langkah untuk memulihkan Prancis menurut caranya sendiri. Dan hal ini membuat Rodin hancur dan marah. Karena akhirnya terbukti bahwa konsep Charles de Gaulle tentang kebangkitan Prancis tidaklah mencakup Aljazair.
Yang tersisa pada dirinya tinggallah kebencian.
Kebencian terhadap system, terhadap politisi, terhadap cendikiawan, terhadap orang Aljazair, terhadap serikat dagang, terhadap para wartawan dan terhadap orang-orang asing.
Kemudian Rodin memimpin seluruh batalionnya ke dalam kudeta militer untuk menggulingkan pemerintahan pada bulan April 1961.

Dengan bercermin terhadap enam kegagalan sebelumnya dalam upaya pembunuhan Presiden de Gaulle, akhirnya Marc Rodin yang kini menjabat sebagai kepala operasi OAS, bersama dua teman seperjuangannya, René Montclair, bendahara dan André Casson, kepala jaringan bawah tanah di Metropole, melakukan pertemuan di Wina pertengahan Juni 1963.
Hasil kesepakatan mereka adalah, membunuh de Gaulle dengan menggunakan orang asing, bukan orang dari kesatuannya atau dari negerinya sendiri.
Orang yang benar-benar asing―yang tidak mempunyai kepentingan politik atau idealisme seperti ketiga orang tersebut.
Orang asing yang bekerja secara professional dan murni karena uang.

Dengan melibatkan jaringan bawah tanahnya, akhirnya mereka sepakat menggunakan jasa seorang asing―seorang pembunuh bayaran, yang kemudian dikenal dengan sandi Jackal (Jakal) yang berarti sejenis anjing liar berbulu kuning.
Saat itu Juli 1963. Kesepakatan sudah dibuat. Sang Jakal akan bekerja dengan caranya sendiri tanpa campur tangan pihak OAS. Pihak OAS hanya perlu menyediakan dana awal sebanyak dua ratus limu puluh ribu dolar, dan sisanya sebanyak dua ratus lima puluh ribu dollar lagi akan diberikan, setelah pekerjaan Sang Jakal selesai.
Harga yang bagi mereka terbilang fantastis untuk sebuah nyawa seorang pengkhianat semacam Presiden de Gaulle.

Banyak hal menarik dan seru yang terjadi saat Sang Jakal mempersiapkan segalanya menjelang hari H. Hari di mana eksekusi akan dia lakukan terhadap de Gaulle.
Penyamaran pun mulai dilakukan. Pencurian paspor warga negara lain sebagai identitas baru dilakukan oleh Sang Jakal. Pembuatan SIM Internasional, pemalsuan paspor, pemesanan senjata sesuai yang ia butuhkan―ia lakukan secara detail dan sesempurna mungkin.
Latihan menembak pun, tidak lupa ia lakukan. Pengukuran jarak dan sudut tempat di mana ia akan melakukan aksinya telah ia perhitungkan dengan sangat cermat dan matang.
Sang Jakal memang luar biasa cerdas. Ia tahu, yakin, paham dan sangat ahli dalam bidangnya.

Di sisi lain, kepolisian Prancis dan pasukan pengawal Presiden Prancis, mencium adanya upaya pembunuhan (lagi) terhadap de Gaulle.
Rapat besar pun digelar. Dan hasilnya pemerintah Prancis menyerahkan tampuk kepemimpinan dalam urusan pengejaran Sang Pembunuh Bayaran pada seorang Detektif Pembunuhan yang kariernya sedang menanjak pesat. Claude Lebel.
Bersama Lebel inilah, kita akan menyaksikan cara kerja seorang detektif Prancis untuk mengungkap dan menemukan identitas Sang Jakal, yang melibatkan tujuh petinggi keamanan di tujuh negara.
Lebel yang dibantu oleh Caron sebagai asistennya, sedikit demi sedikit menemukan jejak Sang Jakal. Ia bekerja sama tidak hanya dengan negara-negara di Eropa saja, tapi sampai menyeberang ke belahan benua lainnya.

Kecerdasan Sang Jakal dan Sang Detektif, perlu diacungi jempol. Mereka dua orang yang mempunyai tekad kuat. Berdedikasi terhadap pekerjaannya, tegas dan mempunyai insting yang tajam.
Lebel tahu, bahwa Sang Jakal akan mengumbar aksinya di hari yang tidak akan mungkin dihindari oleh de Gaulle. Hari di mana de Gaulle sebagai Kepala Negara, harus melakukan kegiatan rutin tahunannya.
Hari itu adalah Hari kemerdekaan Prancis, setelah merdeka dari Jerman pada 25 Agustus 1944.
Sang Jakal akan keluar dari persembunyiannya dan menjemeput maut Presiden de Gaulle di hari bersejarah itu. Hari bersejarah untuk Prancis, 25 Agustus. Dan saat itu adalah tahun 1963.

Membaca kisah ini, serasa menyaksikan sebuah film action. Di mana ada suara-suara ketidakpuasaan rakyat atau organisasi tertentu kepada pemerintahan akibat kebijakannya yang dinilai melukai harga diri dan hati mereka.
Pembalasan dendam dengan menghalalkan berbagai cara adalah hal yang mutlak dilakukan.
Saya merasa tegang, saat pertemuan rahasia antara ketiga petinggi OAS itu berlangsung. Bagaimana mereka harus terus bersembunyi dari satu negara ke negara lainnya di Eropa, demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Merasakan miris dan mual saat menyaksikan interogasi paksa yang dilakukan para polisi dan politisi terhadap tawanan yang mereka culik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Cara kejam pun akan mereka lakukan.
Pembunuhan terhadap warga sipil yang tak berdosa pun ikut terekam.

Saya sebagai seorang awam politik, tidak menyangka, betapa kotornya politik itu. Karena bila idealisme yang diperjuangkan, apapun akan mereka lakukan. Sekalipun nyawa dan harga diri adalah taruhannya.
Satu hal lagi yang menarik bagi saya, yaitu tanggal lahir Sang Penulis bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Prancis. Sungguh suatu hal yang ajaib.

Ada beberapa typo yang saya temukan di buku ini.
Hal. 227 tertulis memerdaya (seharusnya memperdaya, karena kata dasarnya adalah daya bukan perdaya)
Hal. 378 tertulis praktek (seharusnya praktik)
Hal 327 terdapat kejanggalan dalam kalimat ini: Selama dua minggu mereka bersama wanita telah mengetahui bahwa hanya dengan rayuan yang paling ...

Frederick Forsyth lahir di Inggris pada 25 Agustus 1938. Dia menjalani wajib militer dari tahun 1956 – 1958. Pada usia 19 tahun, dia menjadi pilot termuda di Angkatan Udara. Tahun 1961, dia bergabung dengan Reuters kemudian tahun 1965 bergabung dengan BBC.
Pada tahun 1969, dia menulis buku pertamanya yang berjudul The Biafra Story.
The Day of Jackal, pertama kali terbit tahun 1971, menjadi buku laris dan mendapatkan penghargaan novel terbaik Edgr Allan Poe Award 1962.
Novel ini menjadikannya salah satu penulis novel thriller terkemuka, dan termasuk ke dalam salah satu dari 100 novel criminal terbaik sepanjang masa.
Novel-novel Forsyth bercerita seputar peperangab, intrik internasional, intrik politik, spionase dan kriminalitas lintas Negara. Karya-karya lainnya yang juga laris dan mendapat pengakuan secara luas adalah: The Dogs of War, The Odessa File, The Devil’s Alernaive, The Fourth Protocol, The Negotiator, The Deceiver, The Fist of Goid, Avangher, The Afgan dan The Cobra.
Saat ini dia tinggal di Hertfortshire, Inggris bersama istrinya.