Agustus 18, 2011

KUCING BERNAMA DISCKENS


Resensi oleh Noviane Asmara
KUCING BERNAMA DICKENS
Penyusun: Callie Smith Grant
Penerjemah : Istiani Prajoko
Penyunting : Adi Toha
Pemeriksa aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Eri Ambardi
ISBN : 978-979-024-361-3
Tebal : 236 Halaman
Harga : Rp 39.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Serambi
Cetakan I : Juli 2011

Lagi-lagi tentang Kucing.
Beberapa waktu lalu saya baru saja selesai membaca Serial Wariors #1: Into The Wild dari Penerbit Kantera di mana tokoh ceritanya adalah kucing. Dan beberapa bulan sebelumnya saya pun pernah membaca buku terbitan Serambi yang bercerita tentang kucing juga yang berjudul Dewey.
Ternyata kucing bisa dikemas dalam berbagai cerita, baik berupa fabel (dongeng binatang), cerita fiksi biasa bahkan cerita non fiksi yang melibatkan kucing di dalamnya.

Saya bukanlah tipe orang yang suka memelihara binatang, apa pun itu. Termasuk kucing. Padahal kalau boleh dirunut info seputar kucing yang saya peroleh dari dulu, seharusnya saya sudah menyukai binatang ini.
Kucing yang menurut mitos mempunyai 9 nyawa, atau mitos yang mengatakan bila kita menabrak kucing kita akan mendapat sial atau celaka, bahkan pada info yang saya dapatkan bahwa kucing itu adalah binatang kesayangan Nabi Muhammad SAW. Untuk itulah kita dilarang menyakiti binatang ini.
Dan ketika saya membaca kumpulan cerita non fiksi yang disusun oleh Callie Smith Grant dalam buku berjudul Kucing Bernama Dickens: Kisah Memikat tentang Kucing yang membuat Kita jatuh Cinta, saya semakin yakin bahwa benar kalau kucing itu adalah binatang yang harus kita sayangi, dan mudah membuat kita jatuh cinta padanya.
Kucing bisa cepat memahami manusia―tentu dengan caranya sendiri.

Dalam pengantarnya di buku ini, Callie Smith Grant menulis bahwa Kucing memiliki cara tersendiri . Di dunia ini mereka diberi karunia berupa gerak-gerik yang lemah gemulai. Terkadang dengan cara-cara uniknya kucing menghampiri dan membantu kita.
Di dalam halaman-halaman buku ini, kita akan bertemu dengan kucing-kucing yang menakjubkan berserta manusia-manusia pemiliknya. Kita akan bertemu dengan kucing yang meringankan luka-luka batin masa kanak-kanak, menciptakan kerukunan dalam keluarga, mlindungi anak-anak, menghibur orang-orang yang tengah gelisah, dan bahkan tentu saja dengan cara kucing―berperan dalm keimanan seseorang.
Kucing yang dikirimkan Tuhan tersebut benar-benar ‘menyelamatkan’ jiwa manusia dengan cara mereka sendiri―dengan tenang, merunduk ke tanah, berjinjit agar tidak ketahuan, danm sambil terus mendengkur.

Buku ini memuat 24 cerita pendek tentang kucing dan manusia, yang semuanya mengisahkan ajaibnya sentuhan dan kehadiran seekor kucing di tengah kehidupan manusia.
1.      Kucing Bernama Dickens
2.      Clover
3.      Penderita Anoreksia dan Anak Kucing
4.      Keajaiban-keajaiban Kecil
5.      Hanya Butuh Mocha
6.      Mittens
7.      Kucing yang Menyelamatkan Seorang Bocah
8.      Malaikat
9.      Sang Pendamai
10.  Kucing Ibuku
11.  Penulis dan Kucingnya
12.  Kucing Pemakan Segala
13.  Kucing Palungan dan Induknya
14.  Frankie, si Kucing Penjaga
15.  Kucing yang Menyukai Kemoterapi
16.  Ratu Kucing
17.  Iffy
18.  Konser Terakhir
19.  Pickles Bisa Hidup Tenang
20.  Pelukan yang Kosong
21.  Di Pinggir Hutan
22.  Doa April Mop
23.  Anugerah dari Tuhan
24.  Tiga Ekor Kucing dan Ayah Tiri


Dari kedua puluh empat cerita yang disajikan, dari beberapa judulnya saja kita sudah bisa meraba, bahwa itu adalah cerita tentang interaksi kucing dan manusia, atau tentang pengaruh seekor kucing di dalam kehidupan manusia.

Cerita Kucing Bernama Dickens yang merupakan judul induk buku ini, mengisahkan tentang perjuangan Gwen Ellis, seorang perempuan tua yang menderita kanker ovarium dalam mengatasi penyakitnya. Ellis, harus terus menerus mengikuti sesi kemoterapi untuk kesembuhannya. Wendy, anak Gwen Ellis menyarankan agar Ibunya memelihara kucing sebagai teman di kala dia kesepian. Akhirnya hadirlah seekor kucing muda, matanya cemerlang, dengan bulu dada, kaki dan telapak kaki putih, seperti yang Ellis minta kepada putrinya. Ellis menamai kucing itu Charles Dickens.
Beberapa waktu setelah tinggal bersama Ellis, Dickens terserang bersin-bersin hebat dan akhirya sakit. Tetapi setelah delapan hari kemudian, tibalah titik balik. Dickens sembuh dan melompat dengan sorot mata berseri-seri.
Sejak itu Ellis yakin, bahwa dia pun akan tiba pada titik balik seperti halnya Dickens. Terbukti akhirnya dengan semangatnya yang besar untuk sembuh dan didampingi oleh Dickens yang setiap hari setia menemani pada malam-malam yang sepi, mengajak balapan naik tangga, melompat ke ujung tempat tidur dan menunggu di kala kesakitan, setelah enam bulan menjalani pengobatan, Gwen Ellis menemukan titik baliknya. Dia sembuh. Tidak terlihat ada sel kanker di mana pun.
Itulah keajaiban yang dirasakan Gwen Ellis bersama Charles Dickens si Kucing Pemberi Semangat.
Ada satu cerita yang menjadi cerita favorit versi saya dari kedua puluh empat cerita yang masing-masing menarik untuk disimak.
Cerita Penderita Anoreksia dan Anak Kucing. Cerita itu begitu sangat menyentuh hati saya, sampai-sampai saya menitikkan air mata. Bagaimana tidak? Seorang anak perempuan yang baru berumur enam tahun, menderita anoreksia. Ironis sekali, dia tidak mau makan dan bersedia menahan lapar dan menjadi kurus. Dia terobsesi dengan kelaparan. Saking kurusnya, dia bak anak-anak yang dipakai sebagai model iklan pengumpulan dana bagi negara dunia ketiga.
Orangtuanya berasal dari keluarga kaya dan hampir menjadi bangkrut akibat terapi yang dilakukan untuk kesembuhan Brenda. Brenda pernah mengikuti program di tiga rumah sakit, termasuk dirawat di ICU. Tetapi semua usaha itu tidak membuahkan hasil. Sampai akhirnya orangtua Brenda membawa dirinya ke sebuah klinik yang mempunyai program unik untuk mengatasi kebiasaan makan yang buruk.
Di tempat inilah kehidupan Brenda menjadi lebih baik. Dan itu semua tidak lepas dari peran dokter yang merawatnya dengan menghadiahkan Brenda seekor anak kucing yang kecil dan lemah―nyaris mati.
Mendapat ‘hadiah’ yang lebih merupakan amanat untuk menjaga anak kucing kecil nan lemah itu agar tetap hidup, membuat Brenda berpikir untuk makan. Karena yang diperlukan anak kucing itu adalah makanan, seperti dirinya. Brenda menyayangi anak kucing itu dan tidak mau membiarkannya mati. Demikian pula dengan dirinya. Akhirnya Brenda dapat terbebas dari kebiasaan makan buruknya dan pulang untuk meneruskan hidupnya.
Sementara si anak kucing tetap tinggal di klinik dan dijuluki sebagai ‘kucing terapis’.

Betapa ajaibnya seekor kucing dalam kelangsungan hidup beberapa manusia. Memang tekad dan niat sembuhlah yang utama, sementara kucing, dokter dan obat-obatan hanya media perantara dan pelengkap saja.
Cerita-cerita seru dan haru lainnya mengenai ajaibnya pengaruh kucing dalam kehidupan manusia, masih bisa kita dapatkan di dua puluh dua cerita lainnya.

Catatan tentang Callie Smith Grant
Dia seorang penyayang kucing. Selalu. Dia menganggap kucing adalah hasil ciptaan Tuhan yang paling indah. Jadi, membuat buku yang berisi kumpulan cerita singkat tentang kucing, dirasakannya sebagai tugas yang menyenangkan.

2 komentar: