WARNA TANAH:
Kisah Kehidupan di Padang-Padang
Keemasan
Penulis: Kim Dong Hwa
Penerjemah: Rosi L. Simamora
Editor : Tanti Lesmana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 320 halaman
Cetakan: I, Juni 2010
ISBN: 978-979-22-5927-8
Harga: Rp 50.000,00
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal: 320 halaman
Cetakan: I, Juni 2010
ISBN: 978-979-22-5927-8
Harga: Rp 50.000,00
Warna
Tanah adalah puisi puitis yang sarat hujan dan bunga-bunga, manhwa yang
sangat indah. Keberadaannya yang memukau dan keindahannya yang memesona
mengajak kita meluangkan banyak waktu untuk sungguh-sungguh menikmatinya.
Novel
grafis yang mengambil setting di kota Namwon Korea ini mengisahkan dua sosok
perempuan, seorang ibu dan anak perempuannya. Ibu yang berperan sebagai single
parent, yang harus membesarkan putri semata wayangnya seorang diri. Ia
harus siap menghadapi manis pahitnya hidup dengan berbagai persoalan yang
mengelilinginya, baik persoalan yang datangnya dari luar rumah, yaitu
lingkungan tempat ia tinggal, atau persoalan yang datang dari anak
perempuannya, Ehwa yang baru menginjak masa puber dan sedang merayap menjadi
seorang wanita sejati.
Kim
Dong Hwa, memaparkannya dengan begitu cantik dan indah. Banyak analogi yang
digunakan dalam menuturkan cerita menakjubkan ini, misalnya bunga dan hujan.
Bunga yang menjadi metafora seorang kekasih atau orang yang dikasihi. Hujan,
elemen air yang melambangkan potensi kekuatan kehidupan.
“Kamelia adalah satu-satunya bunga
yang mekar di tengah salju. Kamelia benar-benar bunga yang tahan cuaca. Mereka
nyaris terlihat seolah-olah begitu tak sabar menantikan seseorang. Namun mereka
sangat lelah dengan penantian itu hingga berubah menjadi merah. Mungkin mereka
menunggu kupu-kupu…
Tidakkah
sekarang terlalu dingin untuk kupu-kupu?
Itu
sebabnya Kamelia juga bunga yang konyol─Kamelia satu-satunya bunga yang
cintanya bertepuk sebelah tangan”. (hal. 155)
Saya
semakin merasa terhanyut ketika sampai pada bagian dialog antara Ibu Ehwa dan
Ehwa, putrinya. Bagian yang sarat dengan pernyataan kasih sayang dan kerinduan
yang akan terjadi. Bagaimana pandangan seorang ibu terhadap anak perempuannya.
karena saya yakin, bahwa seorang anak perempuan akan selalu mempunyai tempat
istimewa di hati sang Ibu.
“Setelah
kau menikah dan meninggalkanku, akan kukumpulkan segenap kesedihanku sampai kau
datang mengunjungiku. Pada saat itu akan kubagikan setiap kesedihanku denganmu
sepanjang malam.
Kelak,
waktu aku seumur Ibu, apakah aku punya banyak yang ingin kukatakan seperti Ibu?
Bukan
usia yang membuat kita begitu, melainkan fakta bahwa kita perempuan. Itulah
sebabnya mereka mengatakan ketika Nenek Samsil menciptakan putrinya, ia membuat
mulut lebih dulu”. (hal. 229)
Dikisahkan
pula tentang Chung-Myung, seorang biksu muda yang masih mencari jati diri. Ia
terkejut saat menyadari ada noda di celananya pada suatu pagi, yang menandakan
awal mula ia menjadi lelaki sejati. Ia pun tersesat dalam manisnya rasa yang ia
persembahkan untuk Ehwa.
“Dan
ketika kau memandangnya, pastikan kau memandangnya dengan seksama dengan kedua
matamu. Kau selalu memandang segala sesuatu dengan mata setengah terpejam .
Karena itulah setelah melihat sesuatu , kau terus mengingat-ingatnya. Taruh
kekuatan di matamu dan lihat, maka kau akan melihat dunia sperti selayaknya.
Tapi,
bahkan kalaupun kau memejamkan mata terhadap hasrat, hasrat takkan enyah, dan
bahkan kalau kau memalingkan wajahmu sekalipun, hasrat takkan lenyap”. (hal.
297)
Kim
Dong Hwa pun, tidak perlu menceritakan semuanya melalui rangkaian kata yang
indah untuk mendapatkan apa yang ingin ia sampaikan pada pembacanya.
Beberapa
adegan yang teramat menyentuh tidak membutuhkan kata-kata, seperti saat si biksu
muda dengan berani meletakkan sepatunya di atas sepatu Ehwa atau saat Ibu Ehwa
sang Janda Namwon meletakkan sepatu si pelukis dengan arah berlawanan dan
senyum kecil Ehwa saat merasa malu sekaligus bangga karena telah menjadi wanita
sejati.
Halaman
demi halaman yang saya buka, begitu menghipnosis. Rangkaian kata-kata yang
indah bak puisi disertai lanskap-lanskap yang sama indahnya menjadikan novel
grafis ini sempurna. Keindahan yang berhak mendapat ganjaran lima bintang ^ _
^.
Di
buku selanjutnya, Warna Air dan Warna Langit, kita pun akan
semakin dibuai oleh rangkaian-rangkaian kalimat-kalimat dan dialog yang indah.
Kalimat romantis yang menyimpan sejuta makna mengalir deras di novel grafis
buah pena Kim Dong Hwa ini.

Aku juga sempet buka2 di TM, dan kata2 yg digunakan memang keren dan mendalam ...apalagi gambar2 d bagian belakang seri terakhir yg Warna Langit Ooppss...cari pinjeman ah
BalasHapuskeren pokoknya si Dong Hwa ini. gambar2nya juga bikin degdeg syurrr... :p
BalasHapusnanti aku lanjutin deh ulasan buku kedua dan ketiganya ;)
kalau inget buku ini, jadi inget waktu kita muter2 PBJ trus kamu nyariin boxset buku ini. hihihi gara2 kamu juga aku pengen baca buku ini tapi belom kesampaian sampai sekarang. kayaknya indah banget ya Novel Grafis nya :)
BalasHapusAku udah baca buku pertamanya. pengen baca buku ke dua dan ketiga.
BalasHapusScene antara ibu dan pelukis itu agak....
hehehe
Tapi suka aja ngeliat gambar kuas dijejerin :D
Penasaran pengen liat buku berikutnya
aku udah baca buku ketiganya dan belum baca buku pertama dan kedua, wakakaka. kayaknya lebih kerasa romancenya di buku ketiga, malah agak dewasa ceritanya :))
BalasHapusaku udah punya ketiga bukunya tapi belum dibaca semuanya, jadi pingin baca tapi kapan waktunya ya, banyak proyek ini itu di BBI :)))
BalasHapusjadi ini sebenarnya pure romance apa bukan yah ceritanya?
BalasHapusWaaaa.. Udah sering banget lirik buku ini di toko buku tapi belum tergerak beli.. Ternyata novel grafis ya? Ada berapa seri sih ne?
BalasHapusAnna, iya ya An. kita muter2 pameran n sempet pgn beli ini kan?
BalasHapuswajib baca An, walo ga beli juga.
Peri Hutan aka Sulis. hmm, akan lebih terasa keindahannya klo kita baca secara ngurut. bukan apa2,tapi emosi masing2 karakter akan semakin terasa dan karena ceritanya kan menceritakan Ehwa dari anak kecil berusia 7 tahun hingga dewasa dan menikah.
BalasHapusnah klo langsung lompat ke buku ketiga, bnyk momen indah yg kamu lewati.
berharap kamu baca buku 1 dan 2 nya :)
mbak Fanda, bisa dikatakan pure romance mbak. palagi klo melihat gambar2nya, hahhahah. gambarnya bikin kita penasaran dan gimnaaa gitu. tapi pesan moralnya banyak banegt, ah pokoknya musti baca dehm susah nyeritainnya :D *pomosi*
BalasHapusAlly...
BalasHapusTahib Tanzil...
Mbak Annisa...
aku awalnya ga terlalu melirik ini buku, sampai suatu saat Mbak Rini Nurul Badariah mengirimkannya padaku disertai tulisin beliau setengah puisi yg isinya memuji keindahan buku ini. nah bener aja, setelah baca, ngga bisa berhenti, yg ada diulang2 terus. jujur buku ini sdh lbh dari 5 kali aku baca, begitu juga dengan buku 2 dan 3 nya.
hayo baca, dan buktikan ucapanku. hihihi
Kesimpulannya, penerjemah sukses dalam menerjemahkan analogi dan puitisasinya ke bahasa indonesia..
BalasHapusSalam kenal, Trilogy Warna salah satu buku favoritku, gambarnya indah, ceritanya menyentuh:)
BalasHapusOkeyzz, yup setuju banget.
BalasHapusemosinya dapet. tapi mgkn akan lbh bisa 'dapet' lagi klo kita baca versi koreanya yah, hehehe...
Mbak Riana, Korea emang amazing yah. selain drama-dramanya yg bnyk menghipnosis dgn cerita dan pemain2nya yg cakep-cakep, terus fesyen-nya yg bnyk dicontoh ama org2 Indonesia, skrg bertambah, aku mulai suka dgn cerita2 Korea, apalagi yg berbau budaya.
BalasHapusbila ada buku/novel/komik Korea yg direkomn=endasikan, ksh tau aku ya mbak.
tq
aku rasa kekuatan buku ini terletak pada indahnya kalimat - kalimat yang ditulis deh. grafis ya? pengen punya jadinya.
BalasHapusMas Eko, wajib punya Mas. Kata-katanya bener-bener indah deh, terhanyut aja kita bacanya, ditambah pegasan dengan gambar yg tak kalah eloknya. bikin gmn gitu....
BalasHapusaku punya. tp juga belum dibaca hehehe. baru baca buku 1 nya... buku 2 dan 3nya entah ke mana -___-
BalasHapusyang aku suka dari buku ini selain ilustrasinya bagus, bahasanya indaaaaah banget... :D
iya Mo, bahasanya indaaah banget.
Hapuswhew telat banget yah komennya. almost one year *pentung*