Resensi oleh Noviane Asmara
THE DAY OF THE
JACKAL
Penulis : Frederick
Forsyth
Penerjemah: Ranina B.
Kunto
Penyunting: Adi Toha
Penyunting: Adi Toha
Pewajah Isi : Dinar
Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-356-9
Tebal : 609 Halaman
Harga : Rp 79.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Serambi
Penerbit : Serambi
Cetakan: I, Juni 2011
Seseorang
yang tak dikenal… seorang pembunuh bayaran!
Bersetting
Prancis pada tahun 60-an, novel ini mengisahkan tentang upaya pembunuhan
terhadap Presiden Prancis kala itu, Jenderal Charles de Gaulle.
Percobaan
pembunuhan ini telah enam kali dilakukan. Dan sebanyak enam kali pulalah
kegagalan harus ditelan pahit oleh para petinggi OAS (Organisation L’Armée
Sacrète).
Matinya
Letnan Kolonel Jean-Marie Basytien-Thiry, pemimpin sebuah geng pembunuh dari
OAS yang dihukum tembak mati pada 11 Maret 1963, tidak serta-merta mengakhiri
upaya-upaya lebih lanjut untuk mencabut nyawa sang Presiden. Namun, takdir
berkata lain. Hal itu justru menjadi permulaan.
Buku yang
terbagi ke dalam tiga bagian ini, yakni; Anatomi Sebuah Perencanaan, Anatomi
Perburuan Manusia dan Anatomi Pembunuhan, sangat kental dengan intrik politik.
Ketidakpuasaan
beberapa golongan terhadap kebijakan Presiden de Gaulle, mendorong mereka
melakukan aksi yang tidak hanya menggulingkan pemerintahan de Gaulle, bahkan
dengan membunuh langsung Presiden tersebut.
Adalah
Marc Rodin seorang komandan di Indo-China yang akhirnya dikirim ke Aljazair.
Awalnya menganggap de Gaulle bak Zeus turun ke Gunung Olympus, saat de Gaulle
mengunjungi Aljazair. Rodin yakin, kebijakan baru de Gaulle akan segera
diberlakukan. Para komunis akan disapu dari jabatan mereka, para pengkhianat
akan ditembak mati, serikat dagang akan ditundukkan dan dukungan sepenuh hati
terhadap Prancis atas teman-teman dan saudara-saudaranya di Aljazair dan atas
pasukannya yang melindungi perbatasan wilayah kekuasaan Prancis itu, akan
segera tiba.
Tapi
ternyata, de Gaulle mengambil langkah-langkah untuk memulihkan Prancis menurut
caranya sendiri. Dan hal ini membuat Rodin hancur dan marah. Karena akhirnya
terbukti bahwa konsep Charles de Gaulle tentang kebangkitan Prancis tidaklah
mencakup Aljazair.
Yang
tersisa pada dirinya tinggallah kebencian.
Kebencian
terhadap sistem, terhadap politisi, terhadap cendikiawan, terhadap orang
Aljazair, terhadap serikat dagang, terhadap para wartawan dan terhadap
orang-orang asing.
Kemudian
Rodin memimpin seluruh batalionnya ke dalam kudeta militer untuk menggulingkan
pemerintahan pada bulan April 1961.
Dengan
bercermin terhadap enam kegagalan sebelumnya dalam upaya pembunuhan Presiden de
Gaulle, akhirnya Marc Rodin yang kini menjabat sebagai kepala operasi OAS,
bersama dua teman seperjuangannya, René Montclair, bendahara dan André Casson,
kepala jaringan bawah tanah di Metropole, melakukan pertemuan di Pension Kleist
sebuah hotel kecil di Brucknerallee Wina, Austria pada pertengahan Juni 1963.
Hasil
kesepakatan mereka adalah, membunuh de Gaulle dengan menggunakan orang asing,
bukan orang dari kesatuannya atau dari negerinya sendiri.
Orang
yang benar-benar asing―yang tidak mempunyai kepentingan politik atau idealisme
seperti ketiga orang tersebut.
Orang
asing yang bekerja secara profesional dan murni karena uang.
Dengan melibatkan
jaringan bawah tanahnya, akhirnya mereka sepakat menggunakan jasa seorang
asing―seorang pembunuh bayaran, yang kemudian dikenal dengan sandi Jackal (Jakal)
yang berarti sejenis anjing liar berbulu kuning.
Kesepakatan
telah dibuat. Sang Jakal akan bekerja dengan caranya sendiri tanpa campur
tangan pihak OAS. Pihak OAS hanya perlu menyediakan dana awal sebanyak dua
ratus lima puluh ribu dolar, dan sisanya sebanyak dua ratus lima puluh ribu
dolar lagi akan diberikan, setelah pekerjaan Sang Jakal selesai.
Harga
yang bagi mereka terbilang fantastis untuk sebuah nyawa seorang pengkhianat
semacam Presiden de Gaulle.
Banyak
hal menarik dan seru yang terjadi saat Sang Jakal mempersiapkan segalanya
menjelang hari H. Hari di mana eksekusi akan dia lakukan terhadap de Gaulle.
Penyamaran
pun mulai dilakukan. Pencurian paspor warga negara lain sebagai identitas baru
dilakukan oleh Sang Jakal. Pembuatan SIM Internasional, pemalsuan paspor,
pemesanan senjata sesuai yang ia butuhkan―ia lakukan secara detail dan sesempurna
mungkin.
Latihan
menembak pun, tidak lupa ia lakukan. Pengukuran jarak dan sudut tempat di mana
ia akan melakukan aksinya telah ia perhitungkan dengan sangat cermat dan
matang.
Sang
Jakal memang luar biasa cerdas. Ia tahu, yakin, paham dan sangat ahli dalam
bidangnya.
Di sisi
lain, kepolisian Prancis dan pasukan pengawal Presiden Prancis, mencium adanya
upaya pembunuhan (lagi) terhadap de Gaulle melalui agen-agen rahasia yang
berhasil disusupkan.
Rapat
besar pun digelar. Dan hasilnya pemerintah Prancis menyerahkan urusan
penyelidikan dan pengejaran Sang Pembunuh Bayaran pada seorang Detektif
Pembunuhan yang kariernya sedang menanjak pesat. Claude Lebel.
Bersama
Lebel inilah, kita akan menyaksikan cara kerja seorang detektif Prancis untuk
mengungkap dan menemukan identitas Sang Jakal, yang melibatkan tujuh petinggi
keamanan di tujuh negara.
Lebel
yang dibantu oleh Caron sebagai asistennya, sedikit demi sedikit menemukan
jejak Sang Jakal. Ia bekerja sama tidak hanya dengan negara-negara di Eropa saja,
tapi sampai menyeberang ke belahan benua lainnya.
Kecerdasan
Sang Jakal dan Sang Detektif, perlu diacungi jempol. Mereka dua orang yang
mempunyai tekad kuat. Berdedikasi terhadap pekerjaannya, tegas dan mempunyai
insting yang tajam.
Lebel
tahu, bahwa Sang Jakal akan mengumbar aksinya di hari yang tidak akan mungkin
dihindari oleh de Gaulle. Hari di mana de Gaulle sebagai Kepala Negara, harus
melakukan kegiatan rutin tahunannya.
Hari itu
adalah Hari kemerdekaan Prancis, setelah merdeka dari Jerman pada 25 Agustus
1944.
Sang
Jakal akan keluar dari persembunyiannya dan menjemput maut Presiden de Gaulle
di hari bersejarah itu. Hari bersejarah untuk Prancis. Hari Kemerdekaan, 25
Agustus.
Membaca
kisah ini, serasa menyaksikan sebuah film action. Di mana ada
suara-suara ketidakpuasaan rakyat atau organisasi tertentu kepada pemerintahan
akibat kebijakannya yang dinilai melukai harga diri dan hati mereka.
Pembalasan
dendam dengan menghalalkan berbagai cara adalah hal yang mutlak dilakukan.
Bagaimana
sensasi tegang dan perasaan mencekam saat pertemuan rahasia antara ketiga
petinggi OAS itu berlangsung. Bagaimana mereka harus terus bersembunyi dari
satu negara ke negara lainnya di Eropa, demi menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan.
Merasakan
miris dan mual saat menyaksikan interogasi paksa yang dilakukan para polisi dan
politisi terhadap tawanan yang mereka culik untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan. Cara kejam pun akan mereka lakukan.
Ditambah
dengan beberapa warga sipil yang harus mati sia-sia akibat keegoisan Sang
Jakal.
Kisah
ini, terbukti membenarkan tentang paradigma bahwa politik itu kotor dan
berlumur darah. Karena bila idealisme yang diperjuangkan, dan harga diri
berbicara, apapun akan mereka lakukan. Sekalipun nyawa dan harga diri adalah
taruhannya.
Frederick
Forsyth lahir di Inggris pada 25 Agustus 1938. Dia menjalani wajib militer dari
tahun 1956 – 1958. Pada usia 19 tahun, dia menjadi pilot termuda di Angkatan
Udara. Tahun 1961, dia bergabung dengan Reuters kemudian tahun 1965
bergabung dengan BBC.
Pada
tahun 1969, dia menulis buku pertamanya yang berjudul The Biafra Story.
The
Day of Jackal, pertama kali terbit tahun 1971, menjadi buku laris dan
mendapatkan penghargaan novel terbaik Edgar Allan Poe Award 1962.
Novel ini
menjadikannya salah satu penulis novel thriller terkemuka, dan termasuk
ke dalam salah satu dari 100 novel kriminal terbaik sepanjang masa.
Novel-novel
Forsyth bercerita seputar peperangan, intrik internasional, intrik politik,
spionase dan kriminalitas lintas negara. Karya-karya lainnya yang juga laris
dan mendapat pengakuan secara luas adalah: The Dogs of War, The Odessa File,
The Devil’s Alernaive, The Fourth Protocol, The Negotiator, The Deceiver, The
Fist of God, Avangher, The Afgan dan The Cobra.
Saat ini
dia tinggal di Hertfortshire, Inggris bersama istrinya.
Duuhh..pantesan dia jago banget kan nulis tentang konspirasi ini. Bahkan tentang senjata ini itu,yang buat aku bener2 bingung, bisa ditulisnya dengan baik.
BalasHapuseh, itu foto gambarnya si Jackal "hewan" , Nov?
BalasHapus"Merasakan miris dan mual saat menyaksikan interogasi paksa yang dilakukan para polisi dan politisi terhadap tawanan yang mereka culik untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan"
BalasHapusBener benget nih, aku juga agak jengah waktu baca adegan ini !!
Memang jago Forsyth ini menulis dgn detail, tp gak heran, karena latar belakang kariernya juga sih yg pernah menjalani wamil & jadi wartawan perang
BalasHapusbeneran ya, sadis juga si jakal ini.. dia tega ngebunuh orang-orang ngga berdosa.. apalagi waktu jadi banci itu. ngga bayangin deh. hihihihi
BalasHapusMbak Orybun, Jackal ini emang nama sejenis anjing, yang berbulu kuning dan punya insting membunuh.
BalasHapusada kok bahasannya sedikit di buku The Jackal ini. karena itulah si Trio OAS akhirnya julukin si pembunuh bayaran ini dengan sandi Jackal-Jakal. heheh
iya, mbak Fanda and Ally aku salut ma si Opa Frederick.
BalasHapusbisa menciptakan tokoj Jackal dan Lebel yang super cerdas.
cerdaaaasss banget!
Oh iya ada satu adegan yg bikin aku ma Nopnop ketawa. Inget ga saat petinngi pemerintah Prancis yang bilang klo Leebel hebat karena bisa tahu ada sesorang yang terlibat dengan si Jackal hanya karena Lebel menyadap teleponnya.
BalasHapusIngetkan apa jawaban si Lebel saat dipuji seperti itu?
Ngakak gila aku bacanya. hihihihi...
bukan hanya warga sipil neng,
BalasHapussatu orang polisi juga koit dibikin ama kang Jakal,
wkwkwk
hooh bang, saat si polisi muda terkecoh oleh seorang veteran pincang :D
BalasHapus