September 14, 2011

THE CANDY MAKERS


Resensi oleh Noviane Asmara

THE CANDY MAKERS
Penulis : Wendy Mass
Penerjemah : Maria Lubis
Penyunting : Jia Effendie
Pewajah Isi: Husni Kamal
ISBN : 978-979-024-482-5
Tebal : 556 Halaman
Harga : Rp 70.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I : Juli 2011


Ketika Atria men-tag sinopsis dan kover The Candy Makers ini, saya langsung suka. Suka karena warna dasar kovernya yang unyu banget. Ungu―warna favorit saya setelah pink. Memang kover-kover Atria itu khas banget, selalu lucu dan menggairahkan, itulah salah satu kekuatan Atria menurut saya.
Nah, ditambah dengan judul dari buku yang bertuliskan The Candy Makers. Dalam bayangan saya, pastilah buku ini bercerita tentang bocah-bocah pembuat permen yang lucu-lucu, dengan cerita yang pasti super ringan, khasnya cerita anak. Eh, tapi nggak gitu juga lho. Karena ternyata, ceritanya lebih seru dari yang saya bayangkan. Ceritanya nggak seringan atau sedangkal seperti yang saya duga.

Saya pun kaget ketika pertama kali buku ini mendarat di pangkuan saya. Saya pikir buku ini bukan termasuk buku yang ‘seksi’. Tapi ternyata, buku ini tebal sekali untuk ukuran buku anak. Biasanya buku anak jarang lebih dari 300 halaman, atau malah bisa hanya 150 halaman saja. Tapi The Candy Makers, mencapai 556 halaman, sungguh sebuah buku anak yang ‘seksi’. Dan oleh karena itulah, saya menghabiskan seharian untuk menamatkannya.

Tapi anehnya, saya nggak ngerasa bosan atau capek, karena saya menyukai cara Wendy Mass bercerita. Saya selalu suka dengan buku yang gaya berceritanya membahas kesemua tokoh utama secara detail pada bagian terpisah. Jadi setiap tokoh yang ditampilkan, akan terlihat kekuatan karakternya dimana, latar mereka seperti apa dan apa yang mereka inginkan. The Candy Makers ini memuat bagian yang kesemua isinya bercerita tentang keempat tokoh ini secara gamblang―jati diri mereka, motif mereka mengikuti kompetisi, mengapa memilih Life is Sweet sebagai tempat berlatih membuat permen dan rahasia besar yang mereka bawa.

The Candy Makers ini, mengisahkan empat orang anak yang memiliki banyak kesamaan. Mereka sama-sama berusia 12 tahun, merupakan kontestan Kompetisi Membuat Permen Terbaik dari Region Tiga, terobsesi untuk menjadi juara, dan sama-sama mempunyai rahasia besar.

Logan, Philip, Daisy dan Miles. Mereka berempat belajar membuat permen di pabrik permen Life is Sweet, sebagai persiapan mengikuti Kompetisi Membuat Permen sedunia.
Mereka hanya mempunyai waktu dua hari saja untuk mendapatkan ide dan mewujudkannya menjadi sebuah produk permen yang unik, enak dan menarik. Karena hadiah yang ditawarkan sangat menggiurkan―uang tunai 1000 dolar. Bukan itu saja, yang lebih menggiurkan dan menjadi kebanggaan adalah, permen terbaik akan diproduksi secara masal oleh pabrik permen yang ditunjuk panitia penyelenggara kompetisi.

Nah, pada bagian penciptaan permen ini, semua sifat asli dari keempat anak ini terlihat. Logan yang baik hati dan sangat suka berlari, dengan tangan yang sering gemetar disertai bekas luka di wajah yang membuat orang iba. Daisy si cewek yang cantik tapi mempunyai kekuatan super untuk anak seusianya. Philip, sosok yang arogan, tertutup, sarkasme dan selalu berpenampilan rapi. Dan terakhir Miles yang mempunyai hobi berbicara terbalik, rapuh dan selalu menenteng ransel super besar kemana pun dia pergi.
Di balik penampilan yang mereka perlihatkan, ternyata mereka masing-masing mempunyai rahasia besar yang mereka bawa sejak hari pertama masuk ke pabrik permen Life is Sweet itu.
Rahasia-rahasia mereka itu ternyata saling berkait dan terdapat benang merah yang baru diketahui di akhir cerita.
Konflik yang terjadi begitu kompleks, sampai-sampai saya tidak percaya, dengan usia yang baru menginjak 12 tahun, anak-anak itu begitu pintar dalam mengatasi masalahnya. Hmm, mungkin karena ini hanya sebuah cerita yah.
Tapi obrolan-obrolan khas bocah 12 tahun pun, masih jelas dan kadang membuat saya tertawa. Seperti pertanyaan Philip pada Max, sang mentor, saat dia diminta berlari mengelilingi danau.
“Mengapa ada orang yang berlari meskipun mereka tidak dikejar?”

Ada satu pertanyaan Logan kepada Miles, yang membuat saya kepingin jitak kepala Logan, karena pertanyaan semacam itu juga sering diajukan kepada saya oleh teman-teman saya, yang merasa aneh dengan kegemaran saya ini. *glek*
“Mengapa kau sangat menyukai buku?”

Di tengah kesibukan mereka mempersiapkan diri untuk Kompetisi Membuat Permen Terbaik itu, terdapat upaya pencurian resep rahasia Life is Sweet oleh orang yang diyakini sebagai pesaing bisnis dan menginginkan pabrik permen Life is Sweet tutup.
Dengan alasan itulah, keempat anak itu berusaha menggagalkan upaya pencurian resep rahasia, tentu dengan cara khas mereka sebagai anak-anak.

Dan dengan terungkapnya dalang di balik upaya pencurian resep rahasia ini, terungkap pula semua rahasia besar Logan, Philip, Daisy, dan Miles yang mereka bawa sejak menginjakkan kaki mereka di Life is Sweet.
Bagian terbaik menurut saya, ada pada bagian penutup cerita. Entahlah, saat saya membaca surat yang ditulis Logan untuk Philip, saya merasa terharu akan penulisan surat yang begitu jujur, ikhlas dan permintaan yang semuanya datang dari hati. Bagaimana kejujuran dan keterbukaan dapat menolong sebuah persahabatan yang nyaris retak.
Ternyata istilah white lie disini, tidak berlaku. Karena yang namanya kebohongan, tetap saja bohong dan akan berujung dengan keburukan. Percaya?

Eh penasaran nggak dengan resep rahasia Life is Sweet sehingga rasa permennya menjadi enak, dan khas? Terus penasaran juga nggak terhadap rahasia-rahasia besar yang disembunyikan dengan rapi oleh keempat bocah itu?
Oh iya, kalau ditanya siapa tokoh anak favorit di buku itu, saya menjadi galau, hehehe.
Karena saya cinta dengan Miles yang sangat tergila-gila terhadap perputakaan dan buku, tapi hati saya juga mencintai Philip, karena Philip itu... ah, sudahlah baca saja sendiri.
Daripada jadi galau, ayo temukan dan tentukan sendiri tokoh candy makers favoritmu.

THE RETURN: NIGHTFALL


Resensi oleh Noviane Asmara 
 
The Vampire Diaries: The Return: Nightfall
Penulis : L. J. Smith
Penerjemah : Nengah Krisnarini
Penyunting : Moh. Sidik Nugraha
Pemeriksa Aksara: Dian Pranasari
Pewajah Isi: Dinar Ramdhani Nugraha
ISBN : 978-979-024-358-3
Tebal : 695 Halaman
Harga : Rp 89.000
Cover : Soft Cover
Penerbit : Atria
Cetakan I : Juli 2011


Buku The Vampire Diaries kali ini, tidak seperti empat buku sebelumnya. Kali ini, The Vampire Diaries hadir lebih ‘seksi’, sangat seksi malah. Seksi dari segi ketebalan bukunya yang mencapai enam ratus Sembilan puluh lima halaman, juga seksi dari segi kover. Lihat saja gambar yang tercetak di kovernya―seorang gadis cantik nan seksi dalam balutan gaun merah darah dengan sayap keemasan yang menyembul di balik punggungnya.

Ketika saya mengira kisah Elena, Stefan dan Damon telah berakhir di buku Dark Reunion, ternyata saya salah. Karena L.J. Smith tidak membiarkan itu terjadi. L. J. Smith masih ingin cerita ini berlanjut, dan terciptalah The Return: Nightfall, yang menjadi buku pertama.

Di buku ini dikisahkan tentang kebangkitan Elena. Elena telah kembali dari alam lain. Ia sudah melewati beberapa fase dan bermetamorfosis menjadi wujud yang berbeda dalam rentang waktu yang tidak begitu lama. Manusia, vampir, anak spiritual hingga kembali menjadi manusia.
Saat dalam fase anak spiritual, Elena kehilangan jati dirinya. Dia tidak tahu siapa dirinya, tidak mengenal siapa pun, tidak dapat bicara dan begitu rapuh. Yang dia kenal hanyalah Stefan―sosok terakhir yang dia cintai. Saat itu Elena bak seorang bayi mungil yang polos dan lugu. Dia tidak mengetahui apa yang harus dia perbuat dan sangat membutuhkan perlindungan.
Dan tentu saja Stefan―sang pujaan hati dengan tetap setia terus menjaganya, mengasuhnya, memeluknya dan juga mencintainya, hal itu membuat Elena merasa terlindungi dan bahagia.

Di sisi lain, hal aneh terjadi pada Damon. Damon yang di dalam Dark Reunion diceritakan bersatu dan akur dengan Stefan demi memberantas musuh mereka, kini Damon bersikap seperti sedia kala. Damon menjadi sosok seperti pertama dia datang ke Fell’s Church.
Damon kembali menjadi sosok kejam, misterius tetapi tetap memikat para perempuan. Dia memanfaatkan semua pesona dan kekuatannya untuk mengambil yang dia mau. Tapi kini, sifat kejam Damon, terasa berbeda. Ada satu kekuatan yang ‘menumpangi’ Damon dan menyetirnya hingga Damon sendiri tidak menyadarinya. Kekuatan yang sangat dahsyat. Kekuatan yang Damon sendiri pun tidak sanggup melawannya. Damon teperdaya dan menjadi budak atas kekuatan jahat itu. Tapi sekuat apa pun kekuatan itu, anehnya Damon tetap mencintai Elena.
Sebuah kekuatan yang dari dulu telah mengintai Fell’s Church. Kekuatan itu begitu jahat. Sampai-sampai Elena, Stefan dan sahabat-sahabat Elena harus menanggung risikonya.
Mereka tidak pernah mengira akan datang kekuatan sejahat dan sedahsyat itu, bahkan bukan hanya mereka yang terancam, tapi Damon pun turut terancam.

Kisah di The Return: Nightfall ini sebenarnya tidak terlalu istimewa. Tetapi ide L. J. Smith untuk terus mengembangkan cinta segitiga antara Elena dan Salvatore bersaudara ini memang patut diacungi jempol. Di saat saya mengira kisah ini telah berakhir dan akhir semuanya bahagia, ternyata Smith mematahkannya dengan menyuguhkan kisah yang baru, konflik yang baru dan tokoh antagonis yang baru.
Dan buku kedua The Return pun yang berjudul Shadows Souls, akan menjawab rasa penasaran yang dibiarkan menggantung dalam Nightfall.

Tapi sepertinya, tokoh idola saya tetaplah Damon. Walau Damon selalu jahat, selalu memanipulasi orang dan juga senang mengganggu orang, tapi saya berkeyakinan, sebenarnya hati Damon tidak sejahat yang dia perlihatkan. Buktinya dia tetap mencintai Elena. Dia tipe laki-laki sejati yang hanya jatuh cinta pada satu perempuan.
Ups, tapi di Nightfall ini, ternyata hati Damon sedikit terbelokkan oleh sosok perempuan yang lumayan cantik, dan hal ini mengganggu pikirannya.
Hmm, siapa coba perempuan yang beruntung itu. Yang jelas pasti bukan saya :p